Rabu, 27 Juli 2016

Ada Apa dengan Politik Pendidikan?



Penyelenggaraan pendidikan membutuhkan “uluran tangan” pemangku kekuasaan negara, baik sebagai pengesahan atas proses penyelenggaraan pendidikan itu sendiri dan juga dukungan sumberdaya baik sarana, prasarana, termasuk alokasi anggaran. Penyelenggaraan pendidikan akan sulit berkembang apabila tidak sejalan dengan citra dan nuansa politik yang dibangun oleh otoritas politik.
Sejak lama keterkaitan antara politik dan pendidikan menarik minat dan menjadi fokus kajian sekelompok ilmuwan. Secara konsep kemudian dimunculkan istilah politik pendidikan. Obyek kajiannya yaitu dinamika hubungan antara kepentingan-kepentingan kekuasaan (politik) dan praktik penyelenggaraan pendidikan.
Dalam kenyataan kini, masyarakat seringkali kurang menyadari bahwa praktik penyelenggaraan pendidikan memiliki saling ketergantungan dengan politik. Setidaknya, kurang peduli terhadap kepentingan politik dalam pendidikan.
Hal ini dapat dimengerti karena secara pragmatis masyarakat tahunya bahwa sebagai warga negara memiliki hak untuk memperoleh pendidikan dan pemerintah memiliki kewajiban memberikan layanan pendidikan. Tentu pandangan semacam ini tidak salah. Apalagi kalau pemegang kekuasaan politik sudah mendeklarasikan dukungan anggaran maupun janji-janji akan memberikan fasilitas ini itu untuk penyelenggaraan pendidikan. Dalam balutan propaganda politik tak jarang masyarakat terbuai dan lupa bahwa mewujudkan kondisi ideal hubungan antara politik dan pendidikan masih harus menempuh jalan panjang.
Tak jarang pemegang kekuasaan politik sebagai manusia juga memiliki hasrat dan agenda-agenda yang bisa jadi di luar kontrol. Manajemen kekuasaan (pemerintahan) sangat mudah disusupi agenda-agenda tersembunyi para elit politik. Apalagi kalau posisi kelompok-kelompok penekan melemah atau sudah setali tiga uang dengan hasrat elit politik. Saat ini disadari bahwa peranan kelompok kepentingan pendidikan dalam menekan (mengimbangi) kepentingan otoritas politik masih kurang.
Dalam konteks seperti inilah antara lain yang melatarbelakangi munculnya kajian politik pendidikan. Meskipun sampai kini belum ada program studi Politik Pendidikan, misalnya, tetapi politik pendidikan sudah menjadi bagian kajian yang penting di berbagai program studi.
Kajian politik pendidikan berusaha mengembangkan teori-teori atas hubungan politik dan pendidikan sejalan dengan penggunaan pendekatan dan metodologi ilmu politik untuk mengkaji praktik pendidikan. Selain itu melakukan studi perbandingan baik antarwilayah, antarkonsep, maupun level pemerintahan dan kebijakan-kebijakan yang diberlakukan.
Dengan demikian dapat dimengerti bahwa sesungguhnya permasalahan pendidikan tidak hanya berputar pada proses pembelajaran dalam kelas, soal kualitas guru dan tenaga kependidikan, tetapi lebih dari itu permasalahan pendidikan juga berkelindan dengan kekuasaan politik, hasrat politisi, alokasi anggaran, komitmen dan kebijakan-kebijakan yang ditelurkan pemerintah. Pendidikan dalam segala dimensinya menjadi issue politik dan wacana utama proses-proses politik. Hal ini karena pendidikan menyangkut “nasib” dan hak setiap warga negara, dan karenanya menuntut porsi besar dalam alokasi anggaran dan distribusi sumberdaya.
Problematika pendidikan dalam kaitan dengan politik juga mencakup implementasi keputusan politik, kebijakan pembangunan, program-program prioritas, serta proyek-proyek pembangunan. Setiap keputusan maupun kebijakan bidang pendidikan bisa dipastikan merupakan kemenangan arus utama kelompok politik.
Dalam konstelasi seperti itu, pada akhirnya setiap kebijakan pendidikan selalu mengandung kontroversi dengan argumentasi masing-masing atas keunggulan-keunggulan dan kelemahan-kelemahan kebijakan yang dihasilkan.
Sejatinya kompleksitas permasalahan pendidikan akan dapat disederhanakan jika semua elemen yang terkait memiliki kesamaan visi dan komitmen membangun harmoni. Apalagi kalau otoritas politik berjiwa negarawan, yang mendedikasikan dirinya untuk bangsa dan negara. Selain  itu juga otoritas politik menjadikan kelompok kepentingan pendidikan sebagai mitra sejajar dalam mengurai persoalan-persoalan penyelenggaraan dan praktik pendidikan.
Dewasa ini memang tidak mewujudkan kondisi ideal, di mana politik dan pendidikan seiring dan sejalan dalam orientasi dan irama yang sama. Sejarah menunjukkan bahwa politik merupakan jalan meraih dan menggenggam kekuasaan dan pendidikan tersubordinasi di bawahnya. Bergantinya rezim pemerintahan selalu diwarnai dengan perubahan dramatis di berbagai aspek, termasuk bidang pendidikan. Situasi perubahan itu seakan-akan menunjukkan superioritas politik dan tidak adanya kesinambungan antarrezim.
Di masa kini, dapat disebut beberapa isu utama politik pendidikan baik dalam level nasional maupun daerah, seperti penerapan kurikulum, anggaran bidang pendidikan, pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan, distribusi bantuan sarana dan prasarana, penerapan standar-standar, pembinaan sekolah yang diselenggarakan masyarakat, kontrol dan model manajemen perguruan tinggi, pilihan dan prioritas riset, keterkaitan pendidikan dan industri, dan sebagainya. (*)

Politik & Pendidikan



POLITIK dan pendidikan merupakan dua aspek fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keduanya juga merupakan produk peradaban sekaligus faktor penentu kemajuan suatu bangsa. Jejak kaitan antara politik dan pendidikan selalu dapat ditemui pada negara. Keduanya bisa diibaratkan dua sisi keping mata uang. Keduanya berinteraksi dalam jalinan yang dinamis. Politik dan pendidikan berperan dalam membentuk karakteristik masyarakat (bangsa).
Politik dan pendidikan selalu berkaitan dan saling menopang. Para penguasa pemegang otoritas politik memerlukan penyelenggaraan pendidikan untuk mengukuhkan kekuasaannya. Elit politik memiliki ketergantungan terhadap kaum intelektual dan keluaran pendidikan baik sebagai kelompok startegis penunjang otoritas politiknya, maupun sebagai pengisi birokrasi yang memiliki keahlian dan keterampilan. Bagi politik, pendidikan merupakan ranah untuk menanamkan ideologi yang masif dan berkesinambungan. Keluaran pendidikan diharapkan “memiliki kesamaan ideologi” dan loyalitas serta menyokong kekuasaan yang digenggamnya. Pendidikan diperlukan untuk membangun perilaku politik yang akan memperkuat posisi pemegang kekuasaan politik. (dwi)