Selasa, 24 Desember 2019

Hari Ibu dan Esensi Pendidikan


TANGGAL 22 Desember, di Indonesia diperingati sebagai Hari Ibu. Di banyak negara, Hari Ibu atau Hari Perempuan diperingati pada tanggal yang berbeda-beda. Latar belakang penetapan maupun tradisi perayaan Hari Ibu di berbagai negara juga berbeda.
Peringatan Hari Ibu di Indonesia didasarkan pada Keputusan Presiden RI Nomor 316 Tahun 1959 yang ditandatangani Presiden  Soekarno tanggal 16 Desember 1959. Penetapan ini bertepatan dengan ulang tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia. Kongres Perempuan Indonesia pertama dilaksanakan di Yogyakarta pada 22-25 Desember 1928, dihadiri 30 organisasi wanita saat itu dari 12 kota di Jawa dan Sumatera.
Hari Ibu semula dimaknai sebagai perayaan terhadap semangat kaum perempuan Indonesia dalam meningkatkan kesadaran berbangsa dan bernegara. Apakah kini Peringatan Hari Ibu masih sejalan dengan maksud awal penetapannya?
Faktanya, Hari Ibu sekarang banyak diisi dengan penanda simbolik maupun penyempitan makna. Banyak lembaga, kelompok, maupun perorangan merayakan Hari Ibu dengan cara seperti mengenakan pakaian kebaya,  memberi ucapan selamat kepada ibu, membebaskan kaum perempuan dari tugas rutin domestik, atau mengajak kaum perempuan rekreasi melepas rutinitas. Pada beberapa tempat, peringatan Hari Ibu dirayakan dengan mengadakan berbagai perlombaan seperti merias, baca puisi, atau memasak. Sebagian lainnya mengadakan acara seremonial dan makan bersama.
Meskipun tidak dapat dikatakan salah, fakta ini menunjukkan ada semacam pendangkalan makna dan maksud awal ditetapkannya peringatan Hari Ibu. Tentu kita tidak ingin fenomena ini berlarut, yang akhirnya semakin menjauh dari makna hakiki Hari Ibu.
Hari Ibu idealnya digelorakan semangat kepahlawanan, penghormatan atas peran, jasa, bakti, kontribusi kaum perempuan terhadap kemanusiaan maupun terhadap bangsa dan negara. Memang, setiap individu niscaya memiliki kesan dan cinta pada sosok ibu, yang tidak akan terbalas jasa dan cinta kasihnya. Setiap orang pasti memiliki keinginan untuk membahagiakan ibundanya.
Madrasah Pertama
Sosok Ibu adalah orang yang pertama mengemban amanah pendidikan bagi anak-anaknya. Pendidikan itu bahkan sejak dalam kandungan, dan tak akan pernah akan berhenti sampai akhir hayat. Maka wajar bila kemudian ada yang melahirkan kalimat mutiara; Ibu adalah madrasah terbaik bagi putra-putrinya. Yang dimaksud ialah pendidikan dalam arti yang luas. Bukan pendidikan dalam arti sempit yang dilembagakan dalam bentuk persekolahan. Bahwa Ibu adalah pendidik yang sebenarnya, yang menentukan arah perkembangan anak-anaknya di masa depan. Ia niscaya akan memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya.
Ibu adalah orang yang memiliki jasa yang tak akan terbalaskan oleh siapapun. Ia memberi lebih dari apa yang dibutuhkan oleh anak-anaknya. Ia yang melihat dengan mata hati, mata bathin, bukan dengan mata lahiriah. Ia yang meberi dengan sepenuh kasih sayang, melampaui cinta daripada siapapun.
Secara alamiah individu manusia memiliki ego, untuk mempertahankan eksistensi dirinya. Namun, bagi ibu, ego itu terkalahkan oleh cinta dan kasih sayangnya. Memberikan kepada anak-anaknya segenap jiwa raga.
Tentu saja ini perlu kriteria agar pendidikan itu bermakna. Ibu yang memiliki kesadaran pentingnya pendidikan atas dasar, cinta, kasih sayang, sekaligus dengan pengetahuan akan cara mendidik anak.
Dukungan kaum Bapak juga penting. Tidak akan sempurna suatu rumah tangga tanpa kehadiran dan peran aktif sosok Ayah. Rumah tangga yang rukun, harmonis, akan melengkapi proses pendidikan anak-anak mereka di dalam rumah.
Momentum Hari Ibu selayaknya diisi dengan cara menyegarkan kembali hakikat pendidikan, khususnya pendidikan dalam rumah tangga. Meningkatkan lagi kesadaran akan pentingnya mengasuh anak dengan dasar pengetahuan dan keterampilan.
Ucapan selamat, membebastugaskan ibu dari rutinitas tugas domestik, mengajak rekreasi, tentu saja ini juga bernilai positif. Tapi kita berharap esensi dan nilai makna Hari Ibu dapat terus lestari dan semakin menggelora.
Apalagi, tantangan zaman juga terus berkembang. Membentuk generasi kini, tidak dapat lagi dengan pola-pola lama, sebagaimana para orangtua dulu dididik, dan dibina oleh orangtuanya.
Sebab, ialah yang pertama memberi sentuhan pendidikan. Sejak dalam kandungan dilantunkan doa-doa sepanjang hari, harapan agar kelak anaknya menjadi anak yang berguna bagi nusa bangsa dan agama. Anak yang berbakti kepada kedua orangtuanya, yang menebar manfaat bagi sesama.
Cita-cita besar kesetaraan peran dan kontribusi kaum perempuan, penghargaan terhadap peran dan jasa kaum perempuan, tidak akan tercapai secara efektif dan optimal apabila kaum perempuan (Ibu) tidak menyiapkan diri secara matang sejak awal.
Anak yang hadir dalam rumah tangga, di usia emasnya (0-5 tahun) sangat membutuhkan kasih sayang dan cinta kasih ibu, dan juga anggota keluarga yang lain. Masa emas ini merupakan masa strategis guna menanamkan nilai-nilai spiritual, dan dasar kehidupan yang baik serta karakter luhur.
Jadi, memperingati Hari Ibu selayaknya kaum Ibu melakukan refleksi dan melihat dari dalam diri, sekaligus melakukan upaya-upaya dalam peran sebagai ibu dan pendidik sejati.  (*)

Sabtu, 07 Desember 2019

Peran Bahasa Arab sebagai Bahasa Ilmu Pengetahuan dan Dakwah

**Syaikh Abdullah Mahmud Al-Syarif Beri Kuliah Umum di STIT Pringsewu

Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pringsewu mengadakan kuliah umum dengan tema Urgensi Bahasa Arab dalam Pengembangan Pendidikan Islam, Sabtu (7/12) di aula kampus setempat. Kuliah umum oleh narasumber Syaikh Mahmud Ibnu Abdullah Ibnu Mahud Al Syarif dari Mesir ini diikuti ratusan mahasiswa dan dosen.
Syaikh Mahmud dalam paparannya mengatakan, Bahasa Arab merupakan bahasa yang sangat penting bagi persatuan umat Islam. Selain sebagai bahasa yang digunakan dalam Al-Qur’an, bahasa Arab juga penting sebagai bahasa komunikasi antarbangsa dan ilmu pengetahuan.
Anggota Lembaga Penelitian Ekonomi Islam Universitas Al Azhar ini mencontohkan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional.  “Sama seperti bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu. Indonesia ini memiliki banyak bahasa daerah, bahasa Arab juga berfungsi sebagai pemersatu bagi umat Islam,” ujarnya.


Menurut dia, bahasa Arab itu mudah dipelajari bila memiliki niat yang baik. Sebaliknya akan dirasakan sulit bila mempelajari bahasa Arab dengan maksud untuk tujuan negatif. Itu semua datangnya dari Allah SWT. “Jadi belajar bahasa Arab diniatkan untuk ilmu pengetahuan dan ibadah,” imbuhnya.
Syaikh Mahmud telah banyak menulis buku dalam bidang ekonomi Islam dan bidang bahasa Arab.  Ia menambahkan, Bahasa Arab juga memiliki banyak kosa kata, untuk mengartikulasikan suatu ide atau pendapat. Bahasa Arab, lanjutnya, berperan penting dalam dakwah dan pengembangan Islam.
Syaikh Mahmud juga menjelaskan beberapa kaidah dalam bahasa Arab serta cara mepelajarinya. “Para mahasiswa yang duduk di perguruan tinggi ini adalah jenjang terakhir dalam pendidikan. Jadi belajarlah yang sungguh-sungguh dan bertanggungjawab. Masa depan ada di pundak para mahasiswa. Anda sudah dewasa, yang berbeda cara belajarnya dengan pelajar di jenjang sekolah menengah,” papar pria kelahiran Palestina ini.




Sementara, Ketua STIT Pringsewu Dwi Rohmadi Mustofa, M.Pd., mengatakan, kuliah umum dengan menghadirkan dosen tamu merupakan program akademik yang rutin dilaksanakan di kampusnya. “Kegiatan seperti ini dimaksudkan untuk menambah wawasan mahasiswa, khususnya dalam penggunaan bahasa Arab. Dengan menghadirkan penutur asli, tentu mahasiswa dapat memiliki perbandingan yang nyata dalam penggunaan bahasa Arab, sehingga signifikan untuk penguasaan bahasa Arab,” tuturnya.
Mahasiswa sangat antusias mengikuti kuliah umum yang dimoderatori Ustadz Moh. Masrur, M.Pd.I., ini. Saat sesi tanya jawab, puluhan mahasiswa dengan semangat mengajukan pertanyaan maupun tanggapannya. (*)