ARTIKEL INI DIMUAT LAMPUNG POST, SABTU, 28 JULI 2012
MASALAH
yang berkembang dalam dunia pendidikan Indonesia dewasa ini sungguh
kompleks. Satu sama lain saling bertaut dan silang sengkarut persoalan
itu seakan sulit dicarikan solusinya.
Di bidang teknis pendidikan dan pembelajaran, ada persoalan kualitas guru, pendidikan karakter, kualitas output
pendidikan, ujian nasional, penerimaan siswa baru, dan sebagainya.
Sedangkan di bidang teknis sarana dan prasarana, terkait dengan
penyediaan dan penyebaran fasilitas pendidikan, mekanisme pembiayaan
pendidikan, dan penyaluran bantuan operasional sekolah (BOS), pembayaran
gaji dan tunjangan guru, dan seterusnya.
Pada
hampir semua bidang tersebut, tampak belum semuanya berjalan mulus.
Selalu ada kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Kebijakan yang
digulirkan pemerintah, secara konseptual mungkin sudah baik, tapi
implementasinya selalu bermasalah.
Daya Saing
Media
massa sering mengekspos berbagai kasus dalam praktek pendidikan. Terkait
dengan kualitas, patut menjadi catatan pendidikan belum mampu
mendongkrak daya saing pribadi peserta didik maupun daya saing bangsa.
Masih banyak guru yang belum menguasai sepenuhnya metode didaktik maupun
substansi keilmuan. Evaluasi umum menunjukkan belum ada peningkatan
kinerja guru yang berarti meskipun telah mengantongi sertifikat guru
profesional. Dua kondisi ini dapat menjadi cerminan adanya masalah dalam
proses pendidikan yang mesti dicarikan solusinya.
Di sisi
lain, kasus dugaan korupsi dan penyimpangan penggunaan dana BOS,
keterlambatan dan kekurangan pembayaran tunjangan bagi guru, pungutan
liar, pemotongan, dan sebagainya, pun masih menjadi problema serius.
Bahkan
beberapa di antara pelaku sudah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk
bui. Akhirnya, kata-kata oknum menjadi pilihan untuk menyebut para
pelaku penyimpangan. Memang tidak semua aparatur pendidikan berkinerja
buruk. Tapi, selalu saja kasus-kasus serupa penyimpangan, pungli, maupun
korupsi, mencuat ke ruang publik. Kasus apa pun, dalam dunia
pendididikan, jelas sangat mencoreng citra pendidikan.
Masyarakat
telanjur menaruh harapan besar terhadap hasil pendidikan. Selama ini
masyarakat memiliki persepsi bahwa dunia pendidikan adalah dunia yang
baik, sehat, bersih, dan bebas korupsi. Guru adalah sosok panutan, yang
idealnya tanpa cela dan tanpa cacat dalam sikap dan tindakan. Meskipun
sebenarnya guru juga manusia biasa.
Masyarakat
masih percaya sekolah sebagai tempat terbaik untuk menyemai kepribadian
anak-anak menjadi pribadi yang matang dewasa. Mereka masih memercayakan
dan "menitipkan" anak-anak mereka di sekolah. Kepercayaan masyarakat
ini tidak jarang tercoreng oleh tindakan dan perilaku aparatur
pendidikan.
Pendidikan
harus dikelola berdasarkan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan jiwa
serta semangat perubahan. Pengelola pendidikan harusnya mendasarkan
kerjanya pada pengabdian kepada umat manusia dan kemanusiaan.
Komitmen Pelaksana
Muara
dari segala persoalan dan problema itu mudah dipahami merupakan masalah
manajemen. Manajemen pendidikan menegaskan adanya perencanaan,
pelaksanaan program dan kegiatan oleh orang-orang yang kompeten dan
profesional. Juga adanya evaluasi terus-menerus dan upaya peningkatan
kualitas secara berkelanjutan.
Tidak
akan ada korupsi jika pelaksana programnya adalah orang-orang yang punya
komitmen tinggi terhadap dunia pendidikan. Tidak akan ada pungli dan
pemotongan apabila pelaksana program pendidikan adalah orang-orang yang
bekerja secara profesional dan memiliki jiwa pengabdian.
Institusi
pendidikan idealnya dikelola oleh orang-orang yang memahami
kependidikan dan metode pengelolaan lembaga pendidikan, sekaligus
dijiwai semangat dedikasi bagi umat manusia. Pendidikan tidak boleh
diarahkan pada praktek mekanisme pasar; siapa yang kuat dialah yang
menang. Tanggung jawab ini pertama-tama ada di pundak pemerintah, dan
partisipasi masyarakat melalui lembaga pendidikan swasta dan elemen
lainnya.
Mengurusi
dunia pendidikan memang tidak mudah. Pendidikan adalah hajat hidup
setiap orang. Pendidikan melibatkan setiap individu, elemen masyarakat,
dan pemerintah. Manajemen pendidikan mestinya memudahkan setiap orang
melaksanakan tugasnya. Pembelajaran dalam kelas yang monoton, tidak
melahirkan kreativitas atau bahkan justru membunuh kreativitas siswa,
berarti adanya ketidaksesuaian dalam praktik manajemen pembelajaran.
Pengelolaan kelas meniscayakan perlunya keragaman dan penghargaan atas
individu untuk memacu potensi segenap peserta didik.
Mengelola
dan mereformasi institusi pendidikan berarti mensyaratkan kemampuan,
keterampilan, dan semangat loyalitas dan dedikasi bagi kemanusiaan. Ini
jelas tidak mudah, tapi juga bukan tidak mungkin. Lembaga pendidikan
yang akan melahirkan para guru dan tenaga kependidikan juga mengemban
amanah ini.
Mekanisme
seleksi mahasiswa baru di lembaga tenaga kependidikan harus benar-benar
mencerminkan adanya potensi yang dapat dikembangkan bagi kemajuan dunia
pendidikan di masa depan. Generasi muda kini adalah aset masa depan
yang menjamin keberlangsungan umat manusia, peradaban bangsa, dan
kesejahteraan yang lebih baik. (n)