Sabtu, 25 November 2017

Menjadi Guru di Era Milenial



TIAP masa, ada orangnya. Tiap orang, ada masanya. 
Dua kalimat yang bersifat jargon tersebut sangat terkenal di kalangan politisi. Kalimat pertama diartikan, setiap era ada orang-orang yang memainkan peran penting dalam berbagai sektor kehidupan. Contohnya, era sebelum kemerdekaan, ada para pejuang yang merebut kemerdekaan bangsa ini. Disusul kemudian era Orde Lama, Orde Baru, dan kini era reformasi. Di setiap era itu ada tokoh-tokoh sentral yang dicatat dalam sejarah.
Kalimat kedua antara lain diartikan bahwa jabatan atau peran seseorang itu ada batas waktunya, ada akhirnya. Tidak ada jabatan yang abadi. Seseorang yang kini menduduki posisi tertentu, nantinya akan digantikan oleh generasi berikutnya. Yang pegawai atau karyawan, akan berakhir masa pengabdiannya dan pensiun. Hukum alam berlaku di sini.
Dari semua itu artinya bahwa setiap era memiliki tuntutan dan tantangan yang berbeda, peluang yang berbeda, dan tingkat kompetisi yang berbeda. Pencapaian setiap orang juga berbeda, bahkan dengan jerih payah yang sama sekalipun. Namun demikian, secara kodrati yang terpenting bagi kita adalah seberapa besar daya upaya meraih prestasi, mencermati peluang-peluang, terus bekarya, dan mengisinya dengan kiprah yang bermanfaat bagi banyak orang. Kalimat Tiap masa, ada orangnya. Tiap orang, ada masanya, hendaknyanya menjadi motivasi, bukan malah bersikap apatis dan pesimis.
Pengaruh Teknologi
Zaman terus berubah. Terjadi dinamika dan perkembangan di bidang ekonomi, politik, sosial, dan teknologi dan semua aspek kehidupan. Perubahan-perubahan itu terasa begitu cepat. Hampir setiap bulan muncul teknologi baru baik berupa perangkat keras maupun perangkat lunak.
Anak-anak muda sekarang dikenal sebagai generasi milenial. Meskipun tidak ada batasan waktu yang pasti, tetapi generasi milenial dicirikan dengan meningkatnya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, dan teknologi digital. Di beberapa wilayah ditandai dengan munculnya sikap liberalisasi terhadap politik dan ekonomi.
Diakui memang belum ada kajian mendalam dan komprehensif dampak liberalisasi politik dan ekonomi, tetapi ada kekhawatiran terhadap ekses meningkatnya jumlah pengangguran dan krisis sosial ekonomi yang dalam jangka panjang merusak generasi muda. Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat perubahan-perubahan yang terjadi sedemikian cepat. Dalam teknologi disebut sebagai era konvergensi.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah menggantikan tugas dan peran sekian banyak pekerja. Karyawan yang selama ini melakukan tugas secara manual, harus terpinggirkan karena perannya digantikan oleh alat dan teknologi.
Mesin dan teknologi menggantikan peran manusia dalam proses produksi dan distribusi barang. Di pabrik perakitan otomotif, di pabrik rokok, pengolahan daging, pembuatan minuman, dan sebagainya semuanya kini padat teknologi.
Bahkan kini manusia sangat tergantung pada teknologi. Untuk berbelanja, hiburan, memesan transportasi umum, melakukan transaksi, semuanya dapat dilakukan dengan aplikasi secara online.
Dampak teknologi informasi dan komunikasi telah menggerus banyak profesi yang dulu berperan penting dan primadona bagi generasi muda. Pengantar surat (pos) digantikan email dan berbagai aplikasi komunikasi, aktivitas berbelanja di pasar tradisional bergeser ke pasar modern (mall) dan kini ada kecenderungan meningkat berbelanja secara online.
Sektor ekonomi kreatif kini mulai bangkit dan diharapkan menjadi penopang pekerjaan dan profesi di masa depan. Ekonomi kreatif yang antara lain berbasis pemanfaatan teknologi. Jika dahulu banyak anak-anak muda yang bermimpi menjadi pegawai negeri, tampaknya kini sudah banyak mengalami pergeseran. Persepsi kalangan muda untuk memasuki suatu profesi semakin bervariasi.
Memang harus diakui bahwa teknologi dapat berdampak positif dan negatif, sangat tergantung pada tujuan penggunaannya. Teknologi sejatinya diciptakan dan dikembangkan untuk membantu memudahkan pekerjaan manusia, bukan menggantikan eksistensi manusia.
Belakangan berkembang meluasnya informasi yang dianggap hoax atau berita bohong, sehingga pemerintah dan elemen masyarakat lain menabuh genderang perang terhadap hoax. Turn Back Hoax.
Lihatlah sekarang, anak-anak sedemikian cepat menerima informasi dan memberikan reaksi secara bebas terhadap suatu peristiwa. Melalui media sosial setiap orang dapat memerankan diri sebagai reporter sekaligus sebagai penikmat informasi dan secara aktif dapat berinteraksi secara realtime. Dalam hitungan menit, gambar-gambar lucu (meme) dan video-video kreatif merespon suatu peristiwa. Yang terbaru misalnya, terhadap peristiwa kecelakaan tunggal ketua DPR Setya Novanto. Saat hari menjelang petang itu Setya Novanto dikabarkan akan menyerahkan diri ke KPK, tetapi dalam perjalanan mengalami kecelakaan tunggal menabrak tiang listrik. Dalam hitungan jam hampir semua platform media sosial dibanjiri komentar disertai gambar-gambar kreasi yang beragam, yang kontennya bernada nyinyir.
Peran Guru
Dalam kaitan peran dan profesi guru, jargon Tiap masa, ada orangnya. Tiap orang, ada masanya tersebut juga berlaku. Tantangan dan tuntutan atas profesi guru di abad 21 juga semakin banyak.  Menjadi guru bukan pekerjaan mudah. Apalagi di era milenial ini. Ia dituntut memainkan peran di lingkup sekolah dan juga di lingkungan masyarakat.
Dalam konsep sosiologis, guru di sekolah dituntut menjadi mitra belajar siswa di kelas, melaksanakan tugas-tugas administrasi pendidikan yang dilakukannya, melakukan evaluasi dan memotivasi siswa, serta memacu kreativitas siswa. Sebagai pribadi yang menjadi anggota masyarakat guru sekaligus diharapkan menjadi penyelesai masalah di masyarakat.
Kebebasan menggunakan tekonologi inforasi dan komunikasi di kalangan generasi muda juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Sebab seharusnya teknologi dapat menjadi media pembelajaran yang efektif, memudahkan dan mempercepat terbangunnya ekonomi yang mensejahterakan dan berkeadilan.
Bagi guru kini dituntut selangkah lebih maju dalam kemampuan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga ia dapat melaksanakan pembelajaran dengan efektif dan kreatif. Akan menjadi dilema saat guru belum menguasai teknologi informasi, sementara siswa sudah sangat akrab dengan teknologi itu. Guru diharapkan mampu menjadi filter derasnya arus informasi yang bermuatan nilai-nilai negative bagi perkembangan pribadi siswa.
Hal ini berarti bahwa guru harus sudah selesai dengan “urusan domestik”, sehingga dapat berkonsentrasi dalam tugas-tugas pembelajaran. Apagi dengan diterapkannya kebijakan Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) berdasarkan Kepres Nomor 87 Tahun 2017, yang di dalamnya diatur tentang penanaman nilai-nilai luhur yang menjadi karakter bangsa dikaitkan dengan seluruh proses dan jalur pendidikan.
Peran guru yang tidak tergantikan oleh teknologi informasi dan komunikasi harus menjadi penyemangat para pendidik untuk terus meng-up grade pengetahuan dan berbagai kompetensi yang wajib dimiliki. (*)

Senin, 20 November 2017

STIT Pringsewu Gelar Festival Rebana



Dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1439 hijriyah, Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Pringsewu berencana menggelar Festival Rebana 2017 yang dipusatkan di halaman kampus perguruan tinggi ini.
Ketua STIT Pringsewu Dwi Rohmadi Mustofa, M.Pd di ruang kerjanya, Selasa (3/10/2017) menjelaskan, kegiatan tahunan ini akan digelar Sabtu dan Minggu, 25-26 November 2017. Festival Rebana kali keempat ini dirangkai dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1439 Hijriyah, mengangkat tema “STIT PRINGSEWU BERSHOLAWAT”.
“Melalui kegiatan ini, STIT Pringsewu bermaksud membumikan Shalawat di kampus STIT Pringsewu sekaligus mengenal lebih dekat seni budaya Islam. STIT Pringsewu sebagai lembaga pendidikan yang ada di Bumi Jejama Secancanan terus berupaya menyebarluaskan dan mengajak masyarakat untuk lebih dekat dengan seni Islami yang mengandung banyak hikmah,” ucap bapak dua putri ini.
Festival Rebana, lanjut Dwi, juga dijadikan sebagai sarana untuk mempererat tali silaturrahiem dengan masyarakat dan sekaligus mendorong tumbuhnya kreasi dan prestasi.
Festival Rebana se-Provinsi Lampung dan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW yang digagas Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STIT Pringsewu, kata Dwi, diharapkan mampu menghidupkan kembali kecintaan terhadap kesenian rebana di era modern.
Selain itu, menurut Dwi, kegiatan tersebut diharapkan mampu meningkatkan kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW melalui syair-syair yang bermakna.
Dwi yang juga sebagai Ketua Bidang Kelembagaan DPD ADRI (Ahli dan Dosen Republik Indonesia) ini mengatakan, bahwa kegiatan yang dilaksanakan selama dua hari, 25 s/d 26 November 2017 mencakup kategori Remaja dan Ibu-Ibu yang akan memperebutkan hadiah jutaan rupiah dan tropy.
Bagi masyarakat luas yang ingin mengikuti perlombaan tersebut dapat mendaftarkan grupnya dengan menghubungi panitia di “contact person” Abdul Hamid, M.Pd.I (081369740662), Evi Gusliana, M.Pd.I (085769970676) dan Ust. Syaiful (085384275609) melalui SMS dengan format : NAMA GROUP REBANA _ ALAMAT _ NO. HP. Biaya pendaftaran per grup Rp100 ribu.