Jumat, 19 Agustus 2011

MENGGUGAT BIAYA PENDIDIKAN


Pendidikan harus diletakkan pada posisi sebagai hak dasar warga negara. Artinya, negara memiliki kewajiban menyelenggarakan pendidikan bagi warganya. Dalam praktiknya, peran negara menyelenggarakan pendidikan juga dibantu oleh elemen masyarakat yang memiliki perhatian dan kepedulian terhadap pendidikan (lembaga swasta). Bahkan, kontribusi lembaga pendidikan swasta itu telah dirasakan oleh masyarakat jauh sebelum kemerdekaan.
Peran lembaga pendidikan swasta memiliki sejarah panjang. Ia berangkat dari maksud dan tujuan yang mulia, dan dengan dorongan keinginan memajukan anak-anak generasi bangsa. Lembaga pendidikan swasta itu lahir dalam berbagai format dan kegiatannya, sesuai dengan perkembangan jaman.
Di era sesudah kemerdekaan, lembaga pendidikan swasta itu mengisi celah kosong yang belum terjamah oleh negara (pemerintah). Dalam praktiknya, swasta dan negeri saling melengkapi. Idealnya memang demikian. Pemerintah mendorong partisipasi swasta dalam turut serta meingkatkan kualitas sumber daya manusia.  
Dalam perjalanannya, lembaga pendidikan swasta juga mengalami pasang surut. Ada yang maju pesat, ada yang “mati segan hidup tak mau”, dan ada yang tutup, tinggal nama, karena ditinggalkan peminatnya. Yang maju pesat, bahkan sampai memiliki banyak gedung megah, serta sarana dan prasarana yang modern. (*****lanjut)

Jumat, 05 Agustus 2011

MAHALNYA BIAYA PENDIDIKAN

KESADARAN terhadap pentingnya pendidikan di kalangan masyarakat, senantiasa dibarengi dengan adanya pihak yang menyediakan jasa pendidikan. Hal ini menunjukkan adanya semacam hukum pasar yang berlaku: jika ada permintaan (kebutuhan), maka akan ada penawaran .(pihak yang menjual). Untuk menjaga terjadinya keseimbangan, maka diperlukan peran pemerintah. Masalahnya, pendidikan adalah hak warga negara. Pemerintah berkewajiban menjadi yang terdepan dalam menyediakan pendidikan bagi warganya.
Belakangan ini ada beberapa hal yang patut menjadi catatan. Masalah klasik di kalangan orang tua di saat tahun ajaran baru adalah bagaimana membiayai sekolah anak-anak mereka, mencari sekolah yang baik, dan memastikan keberlanjutan pendidikan mereka. Kejadian seperti ini seakan-akan menjadi siklus tahunan. Banyak orang tua “menjerit” terkait mahalnya biaya pendidikan.
Di sisi lain, ini merupakan tantangan bagi pemerintah untuk memastikan terselenggaranya pendidikan yang dapat diakses oleh semua warga masyarakat.
Beberapa pekan lalu, di Bandar Lampung muncul wacana tentang pembukaan sekolah negeri secara double shift atau membuka kelas sore. Pada bagian lain, ada pengelola sekolah swasta yang kontra dengan gagasan tersebut (lanjut*****).

Selasa, 02 Agustus 2011

URGENSI PENGEMBANGAN PROFESI GURU

-----Artikel ini dimuat Radar Lampung, Senin, 01 Agustus 2011-----

Dalam tahun-tahun terakhir ini minat calon mahasiswa memasuki Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) meningkat. Artinya, profesi guru di masa depan dianggap menarik. Mengapa? Bisa jadi karena semakin baiknya perhatian pemerintah terhadap guru. Atau mungkin dinilai peluang menjadi guru dengan status pegawai negeri lebih terbuka. Motif memasuki FKIP pasti beragam. Setiap orang punya alasan sendiri. Jawaban pasti ada di diri masing-masing calon mahasiswa itu.
Tapi benarkah asumsi seperti itu? Pekerjaan apapun, pada hakikatnya membutuhkan keahlian. Apalagi kalau disebut profesi atau profesional. Selain mensyaratkan basis pendidikan tertentu, ia juga mengharuskan adanya pengembangan profesi berkelanjutan.
Tuntutan pengembangan profesi guru seiring dengan upaya untuk terus menerus meningkatkan kualitas pendidikan. Faktor eksternal seperti perkembangan teknologi, globalisasi, keterbukaan informasi, media komunikasi, dan teori-teori pendidikan dan pembelajaran mengharuskan profesi guru juga melakukan perubahan. (lanjut*****)