ADA banyak cara orang mencapai tujuannya. Peribahasa yang paling mahsyur bilang: Banyak jalan menuju Roma.
Memang benar. Banyak jalan menuju Roma. Demikian juga banyak jalan menuju Mekkah, Madinah, London, mupun New York.
Sebagian besar
secara logis akan menempuh cara yang paling mudah. Cara yang pada waktu itu dianggap
paling sederhana, cepat, murah, dan berisiko paling kecil. Istilahnya,
pragmatis. Saya ingin mengatakan, bahwa kecenderungan setiap orang adalah
mengambil jalan pragmatis dalam mencapai keinginan dan cita-citanya. Saya tidak
mengatakan semua orang gemar mengambil jalan pintas. Tidak. Saya hanya ingin
menegaskan bahwa cara berpikir banyak orang mengarahkan pada jalan yang secara
logis paling masuk akal.
Tapi, jalan pragmatis memang dekat dengan jalan pintas.
Jalan pintas dapat diartikan menyerempet-nyerempet “pelanggaran”. Jalan pintas
bisa juga diartikan “lewat pintu belakang”. Jalan pintas juga bisa diartikan
sebagai cara yang berbeda dengan jalan yang pantas.
Saya memiliki persepsi dan interpretasi sendiri tentang
jalan pintas. Jalan pintas adalah cara cepat selayaknya berkendara di jalan
tol. Jalan pintas memang tidak berliku. Tapi jalan pintas bukan cara pantas.
Patut direnungkan apakah jalan pintas selalu memberi hasil
yang sama dengan jalan pantas yang mungkin berliku. Jalan pantas bisa jadi
sangat kompleks. Jalan pantas mungkin saja membutuhkan waktu yang lama untuk
menempuhnya. (*)