(Dimuat Harian Trans Lampung Edisi Senin 28 Maret 2016 hlm 1)
TABIR gelap yang membuat seringnya pemadaman listrik di
Lampung sedikit terkuak. PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) Lampung membuka
fakta bahwa kurangnya pasokan lsitrik
Lampung dapat diatasi dengan tambahan pasokan dari Sumatera Selatan. Melalui
sebuah konferensi pers, disampaikan adanya hambatan perizinan pembangunan tower
Saluran Udara Tegangan Tinggi (Sutet)
yang harus melalui kawasan perkebunan. Tapi, belakangan kendala itu dibantah
oleh pemilik kebun. Kabarnya, izin pembangunan menara itu sudah diberikan,
bahkan oleh top manajemen dan disepakati Direksi PT. PLN.
Polemik berlanjut. Saling bantah melalui media. Semua
berpegang pada argumentasi masing-masing. Bahkan muncul statemen satir di media
sosial, “Krisis listrik Lampung bisa selesai dengan konferensi pers”.
Berikutnya melalui
forum yang diprakarsai YLKI dijelaskan semua permasalahan, dan kemungkinan
solusi. Tapi entah kapan dan bagaimana cara yang cepat mengatasi krisis listrik
di Lampung belum jelas benar arahnya. Rakyat tetap dipaksa menerima kenyataan
masih seringnya pemadaman listrik. Sektor usaha kecil paling terdampak. Merasakan dampak berat, mengancam kelangsungan
usahanya. Usaha besar pun mengalami persoalan rumit. Investasi sudah dimulai,
tetapi pasokan listrik tidak tersedia.
Rakyat Lampung membuat petisi untuk Lampung Terang Bendrang.
Dalam sebuah acara penyalaan lilin, Kamis (17/3), ribuan warga masyarakat
tumpah ruah di Tugu Adipura Bandarlampung. Memprihatin memang. Pernyataan
gugatan menjadi bahan orasi di hadapan ribuan massa.
Pemadaman listrik di Lampung yang mencapai puncaknya dalam
beberapa bulan terakhir ini seakan menjadi “kado pahit” HUT ke 52 Provinsi Lampung.
Pembangunan infrastruktur kelistrikan seperti mengesampingkan urgensi listrik
sebagai kebutuhan dasar. Gubernur
Lampung M. Ridho Ficardo pun turut prihatin dengan kenyataan ini. Ridho telah
melakukan langkah-langkah penanganan permasalahan, tapi disayangkan, tak cukup
waktu.
Dengan nada berseloroh, ia mengungkapkan, permasalahan
pasokan listrik bisa selesai dua hari, asalkan pembangunan jaringan SUTET sudah
dimulai empat tahun lalu. Ini artinya, secara tersirat kita sudah tertinggal
empat tahun dalam urusan listrik.
Dalam seri diskusi di redaksi Harian Trans Lampung tahun
lalu, permasalahan pemadaman listrik pernah menjadi topik pembicaraan. Perihal
yang sama dalam pembangunan tower SUTET antara Lampung Utara dan Lampung Barat
hingga ke Pesisir Barat. Saat itu, wilayah barat Lampung lebih sering padam
listrik dibanding wilayah lainnya. Pembangunan tower juga terkendala perizinan
karena harus melalui kawasan Register. Sedangkan yang melalui tanah rakyat pun
terkendala soal besaran nilai ganti rugi.
Sampai saat ini, belum ada kepastian kapan krisis listrik
akan berakhir. PT. PLN diminta transparan dalam menyampaikan informasi, jadwal
pemadaman bergilir. Inipun bukan obat mujarab. Sekadar “penghiburan”. Polemik
listrik Lampung masih menyisakan perrtanyaan, kapan akan berakhir. (*)