TIAP masa, ada
orangnya. Tiap orang, ada masanya.
Dua kalimat yang bersifat jargon tersebut
sangat terkenal di kalangan politisi. Kalimat pertama diartikan, setiap era ada
orang-orang yang memainkan peran penting dalam berbagai sektor kehidupan. Contohnya, era sebelum kemerdekaan,
ada para pejuang yang merebut kemerdekaan bangsa ini. Disusul kemudian era Orde
Lama, Orde Baru, dan kini era reformasi. Di setiap era itu ada tokoh-tokoh
sentral yang dicatat dalam sejarah.
Kalimat kedua antara lain diartikan bahwa jabatan atau peran
seseorang itu ada batas waktunya, ada akhirnya. Tidak ada jabatan yang abadi. Seseorang
yang kini menduduki posisi tertentu, nantinya akan digantikan oleh generasi
berikutnya. Yang pegawai atau karyawan, akan berakhir masa pengabdiannya dan pensiun.
Hukum alam berlaku di sini.
Dari semua itu artinya bahwa setiap era memiliki tuntutan
dan tantangan yang berbeda, peluang yang berbeda, dan tingkat kompetisi yang berbeda. Pencapaian setiap orang juga berbeda, bahkan dengan
jerih payah yang sama sekalipun. Namun demikian, secara kodrati yang terpenting
bagi kita adalah seberapa besar daya upaya meraih prestasi, mencermati
peluang-peluang, terus bekarya, dan mengisinya dengan kiprah yang bermanfaat
bagi banyak orang. Kalimat Tiap masa, ada
orangnya. Tiap orang, ada masanya, hendaknyanya menjadi motivasi, bukan
malah bersikap apatis dan pesimis.
Pengaruh Teknologi
Zaman terus berubah. Terjadi dinamika dan perkembangan di
bidang ekonomi, politik, sosial, dan teknologi dan semua aspek kehidupan. Perubahan-perubahan
itu terasa begitu cepat. Hampir setiap bulan muncul teknologi baru baik berupa
perangkat keras maupun perangkat lunak.
Anak-anak muda sekarang dikenal sebagai generasi milenial. Meskipun
tidak ada batasan waktu yang pasti, tetapi generasi milenial dicirikan dengan meningkatnya
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, dan teknologi digital. Di
beberapa wilayah ditandai dengan munculnya sikap liberalisasi terhadap politik
dan ekonomi.
Diakui memang belum ada kajian mendalam dan komprehensif dampak
liberalisasi politik dan ekonomi, tetapi ada kekhawatiran terhadap ekses meningkatnya
jumlah pengangguran dan krisis sosial ekonomi yang dalam jangka panjang merusak
generasi muda. Kekhawatiran ini sangat beralasan mengingat perubahan-perubahan yang terjadi sedemikian cepat. Dalam teknologi disebut sebagai era konvergensi.
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi telah
menggantikan tugas dan peran sekian banyak pekerja. Karyawan yang selama ini melakukan
tugas secara manual, harus terpinggirkan karena perannya digantikan oleh alat
dan teknologi.
Mesin dan teknologi menggantikan peran manusia dalam proses
produksi dan distribusi barang. Di pabrik perakitan otomotif, di pabrik rokok,
pengolahan daging, pembuatan minuman, dan sebagainya semuanya kini padat
teknologi.
Bahkan kini manusia sangat tergantung pada teknologi. Untuk berbelanja,
hiburan, memesan transportasi umum, melakukan transaksi, semuanya dapat
dilakukan dengan aplikasi secara online.
Dampak teknologi informasi dan komunikasi telah menggerus
banyak profesi yang dulu berperan penting dan primadona bagi generasi muda.
Pengantar surat (pos) digantikan email dan berbagai aplikasi komunikasi, aktivitas
berbelanja di pasar tradisional bergeser ke pasar modern (mall) dan kini ada
kecenderungan meningkat berbelanja secara online.
Sektor ekonomi kreatif kini mulai bangkit dan diharapkan
menjadi penopang pekerjaan dan profesi di masa depan. Ekonomi kreatif yang
antara lain berbasis pemanfaatan teknologi. Jika dahulu banyak anak-anak muda yang bermimpi menjadi pegawai negeri, tampaknya kini sudah banyak mengalami pergeseran. Persepsi kalangan muda untuk memasuki suatu profesi semakin bervariasi.
Memang harus diakui bahwa teknologi dapat berdampak positif
dan negatif, sangat tergantung pada tujuan penggunaannya. Teknologi sejatinya
diciptakan dan dikembangkan untuk membantu memudahkan pekerjaan manusia, bukan menggantikan eksistensi manusia.
Belakangan berkembang meluasnya informasi yang dianggap hoax
atau berita bohong, sehingga pemerintah dan elemen masyarakat lain menabuh
genderang perang terhadap hoax. Turn Back Hoax.
Lihatlah sekarang, anak-anak sedemikian cepat menerima
informasi dan memberikan reaksi secara bebas terhadap suatu peristiwa. Melalui
media sosial setiap orang dapat memerankan diri sebagai reporter sekaligus
sebagai penikmat informasi dan secara aktif dapat berinteraksi secara realtime. Dalam hitungan menit, gambar-gambar
lucu (meme) dan video-video kreatif merespon suatu peristiwa. Yang terbaru
misalnya, terhadap peristiwa kecelakaan tunggal ketua DPR Setya Novanto. Saat
hari menjelang petang itu Setya Novanto dikabarkan akan menyerahkan diri ke
KPK, tetapi dalam perjalanan mengalami kecelakaan tunggal menabrak tiang
listrik. Dalam hitungan jam hampir semua platform media sosial dibanjiri komentar
disertai gambar-gambar kreasi yang beragam, yang kontennya bernada nyinyir.
Peran Guru
Dalam kaitan peran dan profesi guru, jargon Tiap masa, ada orangnya. Tiap orang, ada
masanya tersebut juga berlaku. Tantangan dan tuntutan atas profesi guru di
abad 21 juga semakin banyak. Menjadi
guru bukan pekerjaan mudah. Apalagi di era milenial ini. Ia dituntut memainkan
peran di lingkup sekolah dan juga di lingkungan masyarakat.
Dalam konsep sosiologis, guru di sekolah dituntut menjadi
mitra belajar siswa di kelas, melaksanakan tugas-tugas administrasi pendidikan
yang dilakukannya, melakukan evaluasi dan memotivasi siswa, serta memacu
kreativitas siswa. Sebagai pribadi yang menjadi anggota masyarakat guru sekaligus
diharapkan menjadi penyelesai masalah di masyarakat.
Kebebasan menggunakan tekonologi inforasi dan komunikasi di
kalangan generasi muda juga menjadi tantangan tersendiri bagi guru. Sebab
seharusnya teknologi dapat menjadi media pembelajaran yang efektif, memudahkan
dan mempercepat terbangunnya ekonomi yang mensejahterakan dan berkeadilan.
Bagi guru kini dituntut selangkah lebih maju dalam kemampuan
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi, sehingga ia dapat melaksanakan
pembelajaran dengan efektif dan kreatif. Akan menjadi dilema saat guru belum
menguasai teknologi informasi, sementara siswa sudah sangat akrab dengan
teknologi itu. Guru diharapkan mampu menjadi filter derasnya arus informasi
yang bermuatan nilai-nilai negative bagi perkembangan pribadi siswa.
Hal ini berarti bahwa guru harus sudah selesai dengan
“urusan domestik”, sehingga dapat berkonsentrasi dalam tugas-tugas
pembelajaran. Apagi dengan diterapkannya kebijakan Penguatan Pendidikan
Karakter (PPK) berdasarkan Kepres Nomor 87 Tahun 2017, yang di dalamnya diatur
tentang penanaman nilai-nilai luhur yang menjadi karakter bangsa dikaitkan
dengan seluruh proses dan jalur pendidikan.
Peran guru yang tidak tergantikan oleh teknologi informasi
dan komunikasi harus menjadi penyemangat para pendidik untuk terus meng-up grade pengetahuan dan berbagai
kompetensi yang wajib dimiliki. (*)