Selasa, 10 Juni 2014

Keterbatasan Anggaran dan Konsistensi Penegakan Aturan




Ir. TONY OL TOBING, M.Sc. - 
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Provinsi Lampung

Sebelum masuk ke topik diskusi, kami berikan gambaran Provinsi Lampung, sebagai berikut: luas 35.588,35 km2, termasuk pulau-pulau kecil sebanyak 51.991 pulau. Jadi Lampung ini cukup luas wilayahnya. Panjang garis pantai 1.184 km, 132 pulau besar dan kecil. Saat ini jumlah penduduk yang kita catat 9.586.492 berdasarkan data e-KTP kabupaten/kota.

Secara umum Lampung penghasil pertanian. PDRB dari pertanian sekitar 37%. Lampung pemasok hasil petanian terbesar, seperti sapi dan sebagainya untuk dikirim ke Jawa dan Jabodetabek. Kemudian, produksi kopi menymbang sebesar 22,63 persen dari produksi kopi nasional, tebu 25,19 persen, dan lada 25,40 persen. Ini gambaran potensi ekonomi Lampung dari sisi pertanian.
Setiap hari Lampung mengirim 30 ribu ton batu bara dan mungkin bertambah dari Bukit Asam ke PLTU Suryalaya. Itu belum dihitung batu bara yang dikirim melalui darat. Pada tahun 2013 lalu lintas kendaraan, hampir 5000 kendaraan melintasi Pelabuhan Bakauheni per hari. Setiap hari sekitar 150 ton hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan pangan dari Sumatera dikirim ke Jawa, khususnya Jabodetabek.
Pada tahun ini dikembangkan kerjasama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membuat Terminal Agribisnis. Pada tahap awal, dimulai dengan beberapa komoditas. Ada tiga komoditas yang mereka inginkan, yaitu daging, kepala, dan beras. Khusus kelapa, mereka menginginkan kelapa tanpa batok. Jadi kita perlu teknologi, bagaimana memisahkan kulit kelapa dan batok kelapa tanpa merusak kelapanya. Jadi sudah kelapa bersih dengan air kelapa tetap di dalamnya. Mereka juga menginginkan daging yang sudah dalam packing. Oleh karena itu kita sedang siapkan cool storage di sana (Terminal Agribisnis).
Lebih spesifik ke masalah infrastruktur, khususnya jalan, kita ketahui ada tiga kategori jalan yaitu jalan nasional atau jalan negara, jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota, berdasarkan Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan. Berdasarkan Keputusan Menteri PU Nomor 631/Kpts/M/2009, panjang jalan nasional di Provinsi Lampung 1159,57 km. Tahun ini menurut evaluasi Kementerian PU, 962 kilometer jalan nasional dalam kondisi mantap. Itu kata Kementerian PU. Kondisi jalan nasional yang tidak mantap 195 km (16,98 persen).
Jalan Provinsi menurut SK Gubernur Nomor G/433A/III/09/HK/2011 panjangnya 1702,81 km. Per juni kondisi jalan provinsi yang mantap sekitar 61,75 persen atau 1.051,52 km, sisanya dalam kondisi tidak mantap 38,25 persen. Ini dari sisi jalan.
Catatan lain dari sisi kendaraan, di Lampung pertambahannya 380 persen. Tahun 2004 ada 548.678 unit kendaraan, sekarang ada 2.636.819 unit kendaraan, belum termasuk kendaraan komuter dan kendaraan yang melintas dari luar Lampung. Artinya beban jalan sudah sangat bertambah.
Pertumbuhan kendaraan roda dua, per tahun rata-rata 22 persen dan pertumbuhan rata-rata kendaraan roda empat per tahun 8,2 persen. Tahun 2013 kendaraan yang melintas di Pelabuhan Bakauheni 2.131.537 kendaraan. Sehingga diperkirakan pertumbuhan rata-rata kendaraan yang melintas di Pelabuhan Bakauheni sampai tahun 2017 sekitar 8,11 persen per tahun. Jadi pada tahun 2017 diperkirakan 2.938.587 kendaraan atau hampir 3 juta kendaraan melintas di Pelabuhan Bakauheni.
Apa masalahnya dengan transportasi Provinsi Lampung? Kita melihat provinsi kita berada di ujung Pulau Sumatera. Menurut Pak Sjachroedin, ini kondisi riil, kita menampung begitu banyak kendaraan yang melintas. Bahkan berdasarkan hasil survey terakhir, jalan tol Lampung (apabila dibangun) akan dilintasi 13 ribu kendaraan per hari. Ini berdasarkan kendaraan yang melintasi Lintas Tengah maupun Lintas Timur. Tapi masalahnya, ini belum sesuai dengan yang diminta oleh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian PU, yang menghitung untuk jalan tol (minimal) harus dilintasi 500 ribu kendaraan per tahun. Itu patokan di Jawa. Untuk Lampung tentu sulit.
Di sisi lain, kondisi eksisting jalan rata-rata masih Kelas III atau untuk beban 8 sampai 10 ton. Walaupun berdasarkan Kepmen PUtahun 2012, Lintas Tengah dan sebagian Lintas TImur, harusnya sudah masuk jalan Kelas I. Tapi kenyataannya masih Kelas III, sehingga beban yang ditanggung ya luar biasa. Kita berharap Lintas Tengah, Lintas TImur, dan Lintas Barat, harus konstruksi rigid. Tidak mungkin lagi kita punya jalan konstruksi Kelas III ini.
Itu sudah berkali-kali kita sampaikan dalam pertemuan, dalam konferensi, dalam debat, sampai kita ngomong keras. Kenapa di Jawa, jika ada kerusakan jalan sedikit, langsung cepat ditanggapi. Misalnya di Cianjur, rusak sedikit, langsung ditangani. Pantura hampir setiap tahun (diperbaiki), kenapa Lampung tidak? Kita menyuarakan begitu berat beban jalan ini, sehingga menjadi sorotan masyarakat.
Tahun lalu kita minta anggaran perbaikan infrastruktur Rp.2,7 triliun, tapi sesudah di-acc, diubah lagi. Tahun depan kita hanya dapat Rp.500 miliar. BPPJS tidak support, padahal pemerintah pusat sudah dukung. Itu persoalan kita. Menyedihkan memang. Saya sendiri datang ke sana, karena ini penting. Kita ingin ada perhatian Pusat. Kita sudah nggak karuan lagi. Jalan nasional hancur.
Alokasi anggaran nasional untuk infrastruktur jalan dari Rp80 triliun, untuk seluruh Sumatera hanya 10 persennya saja. Nah, kalau Rp8 triliun dibagi 10 provinsi yang ada di Sumatera, Lampung dapat berapa? Cuma 500 miliar. Padahal kita penyumbang 28 persen produk nasional. Harusnya dibagi 28 persen dari Rp80 triliun. Dalam Dana Alokasi Khusus (DAK) dan APBN kita juga sangat tergantung dengan Pusat.  
Problem lainnya adalah bahwa kita sangat tergantung pada angkutan jalan raya. Ini masalah kita. Gubernur sudah menyatakan, coba kita manfaatkan rail buss, angkutan laut, angkutan sungai. Kalau jalan raya semua, begini akibatnya, semua numpuk. Itu masalahnya. Ditambah lagi kita tidak konsisten. Misalnya, saat Sumatera Selatan membatasai angkutan batu-bara melalui angkutan jalan raya, sampai Lampung “diakali”. Melintaslah di Lampung itu kendaraan-kendaraan angkutan batu bara. Sehingga jembatan juga cepat rusak. Jembatan pun bisa patah. Begitu diadakan razia dan operasi terhadap truk angkutan batu bara, mereka nggak ada. Khan nggak mungkin kita nungguin setiap hari. Masalah lainnya, pada saat angkutan jalan raya melebihi batas tonase, hanya kena denda. Kendaraan kemudian jalan. Pengusaha tentu berhitung, jika dia pakai dua truk, dendanya cuma sekian. Akibatnya, mereka memilih kena denda. Saat ini sedang disiakan langkah-langkah penanganan persoalan ini, walaupun nantinya ada pro-kontra.
Di samping itu, dalam APBD kita yang Rp.4,318 triliun, 24 persennya untuk sektor pendidikan. Sisanya 76 persen untuk 26 sektor pembangunan, seperti kesehatan, pertanian, dan sebagainya. Sedangkan persoalan infrastruktur ini bukan hanya persoalan jalan, ada pengairan, bangunan, jembatan, pemukiman, dan sebagainya. Nah, khusus Bina Marga ini dapat Rp578 miliar. Dalam APBD kita Rp145 miliar untuk pilgub. Dari Rp578 miliar untuk bina marga itu tentu ada prioritas-prioritas.
Ada masalah lain, yaitu konsistensi pemerintah kabupaten/kota. Sehingga yang seharusnya mereka yang melaksanakan, terpaksa pemerintah provinsi membantu. Ini juga yang menjadi salah satu beban persoalan jalan. Anggaran juga terbatas. Oleh karena itu Pak Gubernur (yang lama) Pak Sjachroeddin menyatakan, sudahlah tidak perlu hotmix semua, tapi dipadu dengan metode lain, sehingga panjang jalan bisa bertambah. Itu solusi yang harus diambil. Kalau tidak seperti itu, ya nggak.
Di samping itu juga kita sedang menyelesaikan tugas-tugas yang lama, seperti jalan yang ke arah Kota Baru. Kalau itu tidak selesai, ya kita bagaimana mau membangun Kota Baru. Itulah persoalan-persoalan kita, sehingga saat ini ada keluhan masyarakat. Kami memahami memang pada tahun ini suasananya kurang baik karena keterbatasan kemampuan anggaran. Tapi kita terus berusaha.
Ada jalan yang dibangun dengan CSR. Sampai begitu. Ini upaya-upaya yang kita berikan untuk beberapa kabupaten. Tapi memang belum semua kabupaten. Pada beberapa kabupaten yang kita lihat potensi masyarakat besar, pertanian besar, ya kita (provinsi) bantu.
Ada satu lagi yang sekarang kita lakukan, walaupun belum optimal, yaitu bagaimana keterpaduan antarmoda. Potensi ini sedang kita rintis, dan mulai dijalankan. Persoalan-persoalan ini sudah kita sampaikan pada berbagai kesempatan.
Pemerintah Daerah tentunya berupaya semaksimal mungkin. Apapun yang bisa dilakukan, akan dijalankan (untuk perbaikan infrastruktur). Terus terang saja, 20 sektor “ngambek” semua, karena dialihkan ke jalan. Ini karena kita memprioritaskan (pembangunan) jalan. Sehingga sector-sektor lainnya, tahun ini tidak ada belanja.
Saya menyampaikan ini terlalu bersemangat, karena ini persoalan serius. Kami sudah sering ke Pusat, menyampaikan proposal, hadir di berbagai pertemuan, lobi, dan sebagainya. Tapi ya (Pusat) nggak juga turun. (*)

Tidak ada komentar: