Senin, 10 Juli 2017

Berbahayakah Pembelajaran Calistung di PAUD



USIA BALITA MERUPAKAN USIA EMAS 
JANGAN TINGGALKAN GENERASI YANG LEMAH


Pada musim tahun pelajaran baru, banyak tema diskusi di kalangan orang tua atau wali siswa, mulai dari soal biaya pendidikan, persepsi tentang sekolah yang bagus, prestasi pendidikan, hingga keunggulan-keunggulan spesifik yang dimiliki oleh anak.
Salah satu topik pembicaraan yang hangat di kalangan orang tua adalah membanggakan “kehebatan-kehebatan” anaknya. Sebenarnya, kalau kita mau jujur, semua anak itu hebat. Hebat di bidangnya masing-masing.  Ada anak yang gemar dan pandai matematika, namun ada pula yang menonjol di bidang olahraga atau seni.
Saat anak memasuki usia Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) jalur formal yaitu Taman Kanak-kanak (TK) atau Raudlatul Athfal (RA) biasanya anak dalam satu keluarga menjadi pusat curahan perhatian orang tua. Rasa kasih sayang dan kebanggaan itu diekspresikan dengan memilihkan tempat pendidikan yang terbaik dala pandangan orang tua.
Sayangnya, persepsi sebagian besar orang tua tentang TK atau RA yang baik adalah yang mengajarkan anak membaca, menulis, dan berhitung (Calistung). Artinya, anak-anak yang didik di TK/RA itu sudah pandai membaca, menulis, dan berhitung.
Faktor emosional orang tua yang seringkali memiliki persepsi bahwa anaknya yang “paling lebih” dibanding anak-anak lainnya, membuat penyelenggara TK/RA seakan  “berlomba” mempromosikan bahwa lembaga pendidikan yang dikelolanya adalah yang terbaik, yang paling layak menjadi pilihan para orang tua untuk mendidik anak-anak mereka.
Di sisi lain, para penyelenggara TK/RA juga harus kompetitif, sebab jika tidak memiliki “kelebihan”, akan kehilangan kepercayaan masyarakat. Hilangnya kepercayaan masyarakat akan berarti sinyal bahwa TK/RA itu harus tutup, karena tidak ada orang tua yang mempercayakan anak-anak mereka untuk diasuh di TK/RA itu. Kondisi seperti ini merupakan dilema bagi para penyelenggara TK/RA.
Sementara pada saat memasuki jenjang Sekolah Dasar (SD) banyak sekolah yang secara tertutup menerapkan seleksi apakah anak-anak yang akan masuk SD itu sudah bisa Calistung. Akhirnya, para orang tua juga dihadapkan pada situasi yang dilematis. Sebab, apabila anaknya belum bisa Calistung, maka akan sulit bisa diterima di SD. Sehingga pilihan menitipkan anaknya di TK/RA yang sudah menerapkan pembelajaran Calistung menjadi pilihan utama.
Para orang tua dalam memilih TK/RA umumnya sudah merencanakan SD mana nantinya yang akan dituju. Artinya, bila SD yang akan dituju sudah menerapkan bahwa calon siswa SD itu harus sudah bisa Calistung, maka orang tua akan memilih TK/RA yang sudah menerapkan pembelajaran Calistung.
Sebenarnya regulasi dan petunjuk teknis yang ditetapkan pemerintah sudah sangat jelas tentang bagaimana standar, kriteria, strategi pembelajaran, kurikulum, dan sebagainya baik di TK/RA maupun SD. Tetapi praktek pendidikan, pembelajaran, dan persekolahan, terkadang deviasi terhadap konsep dan prinsip yang diberlakukan. Sekali lagi, ini karena penyelenggara TK/RA maupun SD juga harus kopetitif dan mampu meraih kepercayaan masyarakat.
Berbagai peraturan, pedoman, dan panduan atau petunjuk teknis penyelenggaraan PAUD sudah mengatur dan mengadopsi filosofi dan prinsip-prinsip pendidikan, model dan strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, sesuai dengan tahap perkembangan dan usia peserta didik.
Surat Edaran Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Nomor: 1839/C.C2/TU/2009 tanggal 25 April 2009 Perihal Penyelenggaraan Pendidikan Taman Kanak-Kanak dan Penerimaan Siswa Baru Sekolah Dasar, menyebutkan bahwa istilah "Taman" pada Taman Kanak-kanak mengandung makna "tempat yang aman dan nyaman (safe and comfortable) untuk bermain" sehingga pelaksanaan pendidikan di TK harus mampu menciptakan lingkungan bermain yang aman dan nyaman sebagai wahana tumbuh kembang anak.
Guru hendaknya memperhatikan tahap tumbuh kembang anak didik, kesesuaian dan keamanan alat dan sarana bermain, serta metode yang digunakan dengan mempertimbangkan waktu, tempat, serta teman bermain.

Permendikbud RI Nomor 146 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 PAUD Pasal 1 menegaskan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini, yang selanjutnya disingkat PAUD, merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 (enam) tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.

Selanjutnya Pasal 8 (1) Program pengembangan PAUD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan melalui serangkaian proses pemberian rangsangan pendidikan oleh pendidik, respons peserta didik, intervensi pendidik, dan penguatan oleh pendidik.
(2) Program pengembangan PAUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diorganisasikan secara psiko-pedagogis dan terintegrasi dalam kegiatan
peserta didik.
(3) Pengorganisasian secara psiko-pedagogis sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diwujudkan dalam bentuk belajar melalui bermain.
(4) Pengorganisasian secara terintegrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diwujudkan dalam bentuk integrasi antarprogram pengembangan.
Secara keseluruhan, prinsip utama yang terkandung dalam PAUD adalah belajar sambil bermain, mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan usia dan tahap perkembangannya.
Para orang tua perlu menyadari bahwa anak-anak, apalagi di usia PAUD adalah “usia emas” yang akan menentukan perkembangan semua aspek dalam diri anak di masa datang. Mereka bukanlah orang dewasa yang berada dalam fisik yang kecil. Tidak akan ada manfaatnya memaksakan egoisme dan ambisi orang tua kepada anak, bahkan akan merugikan mental dan perkembangan psikologis anak di masa datang. (*)    

Tidak ada komentar: