(Artikel ini dimuat Harian Trans Lampung, edisi Senin, 4 Januari 2016)
PEMERINTAH
hadir sebagai wujud tanggung jawab memberikan pelayanan publik kepada
masyarakat. Pemerintah wajib menciptakan adanya pelayanan publik yang efektif, berkualitas,
tepat sasaran, dan bermanfaat bagi masyarakat. Itulah esensi mencapai
kesejahteraan.
Warga
masyarakat memiliki hak mendapatkan pelayanan publik untuk 15 urusan yang
menjadi kewajiban pemerintahan, dan yang wajib memiliki Standar Pelayanan
Minimal (SPM).
Sebuah
pelayanan yang didapatkan oleh seluruh rakyat Indonesia, yang memiliki standar
minimal, tertuang dalam Undang-undang (UU) 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
Pasal 11 ayat (4) yang berbunyi “Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang
bersifat wajib berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) dilaksanakan
secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah”.
SPM
dimaksudkan sebagai instrumen untuk memastikan dan menjamin mutu serta akses
layanan dasar masyarakat secara merata.
Persoalan
praktik layanan di lapangan tidak semudah teori ataupun regulasi. Setiap hari
kita masih disuguhi berbagai keluhan masyarakat terhadap layanan publik. Lebih
miris lagi kasus-kasus korupsi juga masih mewarnai peristiwa di negeri ini.
Ada beberapa
hal mengapa masyarakat yang mendapatkan dan merasakan pelayanan publik yang
tidak berkualitas, tidak menyampaikan pengaduan maupun keluhannya. Pertama, terkadang
tidak punya cukup waktu dan kesempatan, dan keberanian untuk menyampaikan
keluhan. Apalagi kalau keluhan yang akan dia sampaikan itu terkesan sepele dan
kasuistik, walaupun sesungguhnya itu penyimpangan terhadap hal yang prinsip.
Kedua, seringkali
warga masyarakat secara individual kurang memiliki pengetahuan untuk mengadukan
pelayanan yang dirasakan kurang berkualitas, tidak memenuhi standar, dan tidak
profesional. Pengetahuan yang dimaksud di antaranya mengenai prosedur, mekanisme,
maupun ke mana ia harus mengadukan keluhannya.
Dan yang
paling mendasar adalah faktor kepercayaan dan kepastian apakah pengaduannya
ditindaklanjuti secara tuntas dan proporsional. Selain bagian besar warga juga
tidak punya ccukup “keberanian” untuk mengungkap masalah-masalah pelayanan yang
tidak memenuhi standar minimal.
Ini artinya,
meskipun sudah memiliki SPM, sebuah instansi pelayanan juga harus betul-betul
memastikan aparaturnya memiliki kemampuan, kecakapan, dan keramahan, dalam
memberikan pelayanan. Perlu disosialisasikan secara terus menerus dan masif,
tentang apa itu SPM, bagaimana mekanisme keluhan, dan adanya kepastian bahwa
setiap pengaduan akan ditindaklanjuti, bukan malah “merepotkan” yang
menyampaikan keluhan. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar