Senin, 18 Januari 2016

Standar Pelayanan Minimal



(Artikel ini dimuat Harian Trans Lampung, edisi Senin, 4 Januari 2016)

PEMERINTAH hadir sebagai wujud tanggung jawab memberikan pelayanan publik kepada masyarakat. Pemerintah wajib menciptakan adanya pelayanan publik yang efektif, berkualitas, tepat sasaran, dan bermanfaat bagi masyarakat. Itulah esensi mencapai kesejahteraan.
Warga masyarakat memiliki hak mendapatkan pelayanan publik untuk 15 urusan yang menjadi kewajiban pemerintahan, dan yang wajib memiliki Standar Pelayanan Minimal (SPM).
Sebuah pelayanan yang didapatkan oleh seluruh rakyat Indonesia, yang memiliki standar minimal, tertuang dalam Undang-undang (UU) 32/2004 tentang Pemerintah Daerah Pasal 11 ayat (4) yang berbunyi “Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah”.
SPM dimaksudkan sebagai instrumen untuk memastikan dan menjamin mutu serta akses layanan dasar masyarakat secara merata.  
Persoalan praktik layanan di lapangan tidak semudah teori ataupun regulasi. Setiap hari kita masih disuguhi berbagai keluhan masyarakat terhadap layanan publik. Lebih miris lagi kasus-kasus korupsi juga masih mewarnai peristiwa di negeri ini.
Ada beberapa hal mengapa masyarakat yang mendapatkan dan merasakan pelayanan publik yang tidak berkualitas, tidak menyampaikan pengaduan maupun keluhannya. Pertama, terkadang tidak punya cukup waktu dan kesempatan, dan keberanian untuk menyampaikan keluhan. Apalagi kalau keluhan yang akan dia sampaikan itu terkesan sepele dan kasuistik, walaupun sesungguhnya itu penyimpangan terhadap hal yang prinsip.
Kedua, seringkali warga masyarakat secara individual kurang memiliki pengetahuan untuk mengadukan pelayanan yang dirasakan kurang berkualitas, tidak memenuhi standar, dan tidak profesional. Pengetahuan yang dimaksud di antaranya mengenai prosedur, mekanisme, maupun ke mana ia harus mengadukan keluhannya.
Dan yang paling mendasar adalah faktor kepercayaan dan kepastian apakah pengaduannya ditindaklanjuti secara tuntas dan proporsional. Selain bagian besar warga juga tidak punya ccukup “keberanian” untuk mengungkap masalah-masalah pelayanan yang tidak memenuhi standar minimal.
Ini artinya, meskipun sudah memiliki SPM, sebuah instansi pelayanan juga harus betul-betul memastikan aparaturnya memiliki kemampuan, kecakapan, dan keramahan, dalam memberikan pelayanan. Perlu disosialisasikan secara terus menerus dan masif, tentang apa itu SPM, bagaimana mekanisme keluhan, dan adanya kepastian bahwa setiap pengaduan akan ditindaklanjuti, bukan malah “merepotkan” yang menyampaikan keluhan. (*)

Tidak ada komentar: