BANDARLAMPUNG – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi)
Lampung mendesak agar manajemen Hotel Horison mengembalikan fungsi sungai Way
Simpur. Pihak pengembang maupun manajemen Hotel Horison harus membongkar beton
penutup sungai, dan melebarkan badan sungai seperti sediakala.“Kami telah meninjau lokasi, dan ternyata pembatas
sungai yang tadinya tanggul, kini dibuat pondasi, tetapi telah dipersempit.
Permukaan sungai juga ditutup dengan cor beton, bahkan ada satu cabang aliran
sungai yang ditutup atau dibendung,” ujar anggota Dewan Daerah Walhi Lampung,
Indra Firsada, Kamis (16/4).
Menurut Indra, pada 20 Maret 2015 pihaknya telah
memberikan somasi kepada pengembang hotel dan manajemen hotel, tetapi tidak
dihiraukan. “Nggak ada respon sampai saat ini,” imbuhnya.
Walhi Lampung, lanjutnya, mendesak Hotel Horison
untuk mengembalikan fungsi sungai, membongkar bangunan lima meter di sisi kanan
dan kiri sungai. “Ini pelanggaran terhadap Perda Nomor 10 Tahun 2011.
Nggak boleh ada bangunan di sisi kiri dan kanan sungai,” ujarnya lagi.
Jika manajemen Hotel Horison tidak mengembalikan
fungsi sungai Way Simpur, Walhi Lampung meminta kepada Walikota Bandarlampung
agar mencabut izin operasional hotel.
Indra kemudian menyebutkan, pada hari Rabu (15/4)
sore ada dua rumah warga di belakang hotel yang kebanjiran.
“Saat itu hujan sekitar lima belas menit dan tidak
terlalu deras. Padahal, sebelum ada bangunan hotel, hujan deras sekitar dua
jam, dua rumah warga itu tidak kebanjiran,” lanjutnya. Perwakilan warga, kata Indra, mengadukan nasib
mereka ke Walhi Lampung.
Tampak Belakang Hotel Horison saat proses pembangunan |
Sebelumnya diberitakan, pelanggaran terhadap Garis Sempadan Sungai
(GSS) dan penutupan permukaan aliran sungai Way Simpur oleh bangunan Hotel
Horison merupakan suatu pelanggaran berat terhadap hukum lingkungan. Sanksi
yang dapat dijatuhkan berupa sanksi teguran, sanksi administratif, dan sanksi
pidana kepada pelaku dan juga pihak pemberi izin.
Pengamat hukum lingkungan Universitas Lampung Prof. M.
Akib, Selasa (14/4) mengatakan, menutup permukaan sungai adalah pelanggaran
pidana. “Berdasarkan
kacamata hukum lingkungan, dengan menutup permukaan aliran sungai adalah suatu
pelanggaran pidana, dimana bukan saja yang melakukannya, tetapi juga pemberi
izin dapat dejatuhkan sanksi,” kata Akib, Selasa (14/4).
Manurut dia, dari sisi hukum lingkungan, jangankan
menutup permukaan aliran sungai, melanggar batas GSS saja merupakan suatu
pelanggaran hukum lingkungan. Hal itu telah diatur dalam berbagai peraturan dan
UU, di mana dalam Peraturan Daerah juga telah diatur seperti peraturan tentang
RTRW dan IMB oleh Pemerintah Kota Bandarlampung.
Artinya secara hukum, setiap bangunan jangan sampai
melanggar GSS, apalagi menutup sungai. Jika ini terjadi adalah pelanggaran dan
bertentangan dengan tata ruang,” imbuhnya.Untuk lebih detilnya, Akib meminta agar semua pihak
kembali mengecek isi naskah dalam perizinan yang telah dikeluarkan untuk Hotel
Horison, agar lebih dapat dipahami bagaimana bangunan hotel itu dapat diberikan
izinnya.
Inilah trotoar sebagai fasilitas publik yang dijadikan lahan parkir oleh Hotel Horison |
Jika memang Hotel Horison sendiri telah melakukan
pelanggaran terhadap peraturan dan hukum lingkungan, maka sanksinya bisa
diperingatkan agar segera membongkar bangunan yang melanggar, atau sanksi
administaratif seperti menunda atau mencabut izinnya, atau bahkan sanksi
pidana.
Jika memang pihak hotel sendiri telah diberikan izin
oleh Pemkot, dan ternyata itu merupakan suatu pelanggaran, maka sanksi yang
dijatuhkan bukan saja hanya kepada pihak hotel, tetapi juga pihak Pemkot selaku
pemberi izin dapat dijatuhkan sanksi hukumnya. (mg6/drm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar