Minggu, 06 Desember 2015

Pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil


Artikel ini dimuat Harian Trans Lampung Edisi Senin, 5 Oktober 2015

USAHA mikro dan kecil muncul sebagai tuntutan untuk “bertahan hidup”.  Kehadirannya seringkali bersifat alamiah, dalam arti dibentuk dan dilakukan oleh perorangan atau badan usaha untuk menghidupi keluarga atau kelompok kecil.  Dalam pengelolaannya sangat sederhana, belum menerapkan sistem akuntansi yang rumit dan legalitas yang terbatas.
Usaha mikro kecil mendayagunakan potensi yang ada dalam diri perorangan atau badan usaha, dengan skala usaha yang juga terbatas dan tidak bersifat ekspansif. Biasanya pula, usaha mikro kecil menghadapi permasalahan akses terhadap modal perbankan karena berbagai keterbatasannya.
Usaha mikro kecil acapkali bergerak di bidang industri rumah tangga, produk kerajinan, perdagangan dalam skala yang kecil, atau pelayanan jasa yang sederhana.
Penyederhanaan ini untuk membedakan dengan usaha besar yang bersifat konglomerasi dan orientasi profit. Usaha besar seringkali menangani usaha dari hulu hingga hilir, bernafsu menguasai semua lini usaha, dan menyebar luas di seluruh wilayah negeri. Tabiat kapitalisasi akan muncul dalam wujud ekspansi yang masif dengan memanfaatkan teknologi, sumber daya manusia yang berkeahlian tinggi, dan akses modal yang boleh dibilang nyaris tak terbatas.  
Berdasar pengalaman krisis moneter 1997 hingga 1998, usaha mikro dan kecil dianggap tangguh menghadapi situasi krisis. Ini karena usaha kecil ditopang oleh berbagai faktor yang bersifat mandiri dan penggunaan sumber daya setempat. Yang juga penting diingat, usaha mikro kecil tidak memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap kurs mata uang asing.  
Perbedaan akan sangat mencolok ketika perusahaan besar menghadapi krisis moneter dan nilai tukar terhadap dolar dibandingkan usaha mikro kecil. Perusahaan besar memiliki ketergantungan terhadap bahan baku dan sumber daya dalam jumlah yang sangat besar. Ketika terjadi pengurangan pasokan bahan baku, sistem operasi akan terganggu.
Situasi perekonomian tahun 2015 ini memaksa kita belajar dengan kondisi serupa tahun 1997-1998. Krisis waktu itu berimbas pada krisis politik sehingga menumbangkan Orde Baru.
Untuk memberdayakan usaha mikro kecil, pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tak cukup hanya  beretorika atau menabur harapan semu. Diperlukan program dan aksi nyata yang langsung menyentuh kepentingan usaha mikro kecil.  Usaha mikro kecil tidak membutuhkan program yang muluk-muluk. Ia hanya butuh “keberpihakan” dari pemerintah.
Dalam skala daerah, pemerintah daerah perlu mencari terobosan untuk memberikan stimulus bagi usaha mikro kecil, tanpa mengorbankan tatanan lain yang sudah mapan dan mengganggu pundi-pundi pendapatan daerah.
Pembinaan terhadap usaha mikro kecil benar-benar berdasarkan potensi dan identifikasi masalah yang diahdapi, pendampingan berkelanjutan, dan stimulus lain yang benar-benar memberdayakan.
Aktivitas usaha mikro kecil meskipun tidak menjadi sumber utama pendapatan asli daerah, ia bisa menopang perekonomian masyarakat. Dan yang lebih penting ia juga menjadi katalisator krisis ekonomi. (*)

Tidak ada komentar: