Jumat, 17 Februari 2012

PERS & PUBLIK


Ada banyak jargon terkait pers, yang bermakna sangat dalam. “Pena lebih tajam dari peluru. Revolusi dimulai dari tulisan. Penyambung lidah rakyat. Pilar demokrasi. Kebebasan pers adalah kemerdekaan yang sesungguhnya.” Itu sebagian. Jargon itu bukan hanya slogan, dan yel-yel, tetapi telah dibuktikan dengan nyata. Politisi di pusat kekuasaan dan pejabat pemerintah mengetahui kondisi yang terjadi di daerah pelosok melalui pemberitaan media.
Mencermati fenomena pelecehan dan kekerasan terhadap jurnalis, harus dijadikan momentum untuk membangun pers yang bebas, bertanggung-jawab, profesional. Pers yang mengejawantahkan sejuta mata mengontrol setiap jengkal penyimpangan. Pers yang mewujudkan keterbukaan informasi dan tanggung jawab publik penyelenggara negara.
Sambil menunggu bergulirnya proses hukum, kini saatnya memetik hikmah. Kekerasan baik fisik maupun verbal, bukan cara jitu keluar dari masalah. Begitu juga uang, bukan alat untuk membeli kebebasan pers. Apalagi sudah dibelakukan UU Keterbukaan Informasi Publik.
Setiap aparatur pemerintah dan pejabat atau siapapun hendaknya memahami fungsi pers sebagai bagian dari cara hidup berbangsa dan bernegara. Setiap profesi adalah mulia, karena yang membedakan adalah fungsionalitas dan lahan pengabdiannya.
Kerja jurnalis adalah menyebarluaskan informasi, memberi pencerahan kepada masyarakat, dan memberi media refressing (hiburan). Pers adalah pemandu dan menjadi referensi bagi pengambilan keputusan. Pers adalah mengontrol layanan publik dan ruang publik dan memberikan kemungkinan yang lebih luas bagi akses publik terhadap layanan pemerintah.
Idealisme jurnalis harus diletakkan di atas segala kepentingan lain. Saya setuju penuntasan kasus ini secara hukum, agar tidak terjadi kasus serupa di masa datang.

Tidak ada komentar: