Setiap tahun
selalu ada kasus pelecehan dan kekerasan terhadap insan pers (jurnalis). Ancaman
terhadap jurnalis tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Di
Lampung, terakhir aksi pelecehan terhadap jurnalis Radar Lampung, Segan
Petrus Simanjuntak, oleh Penjabat Bupati Mesuji. Tindakan pelecehan itu menuai protes
banyak pihak. Pelecehan terhadap jurnalis dalam kaitan tugas-tugas jurnalistik,
sejatinya bukan penghinaan terhadap pribadi jurnalis itu sendiri, tetapi
merupakan pelecehan terhadap profesi yang mulia dan dilindungi undang-undang.
Ada aksi,
ada reaksi, dapat konteks interaksi manusia, adalah hal yang wajar. Seberapa
besar aksi, biasanya sebanding dengan reaksi yang muncul. Peristiwa pelecehan
pejabat terhadap jurnalis dengan mengucapkan kata-kata kotor dan sangat tidak
etis, bukan hanya mengundang keprihatinan yang mendalam, tetapi lebih dari itu
harus menjadi tonggak bagi kemajuan pers yang profesional dan proporsional.
Pelecehan terhadap jurnalis ibarat menepuk air di dulang,
terpercik wajah sendiri. Apalagi ini dilakukan oleh seorang pejabat. Sungguh
naïf dan konyol. Seorang kepala daerah adalah pucuk pimpinan dalam pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan umum dan pembangunan di daerah. Esensi kepala daerah
sebagai pemimpin harusnya merupakan nilai-nilai keteladanan bagi setiap anggota
masyarakatnya. Kekuasaan tidak selamanya dapat digenggam, dan wilayah Mesuji
bukan hak pribadi.
Mencermati kronologis pelecehan terhadap rekan Segan Petrus
saya setuju kasus ini dilanjutkan ke proses hukum. Sebab, ruang dan fasilitasi
untuk menarik ucapan telah diberikan. Jika pun khilaf, ruang dialog telah
dibuka, tetapi tidak dimanfaatkan.
Aksi pelecehan terhadap jurnalis seperti ini menunjukkan
adanya sikap arogansi kekuasaan. Hal ini juga menunjukkan perangai kekuasaan
yang cenderung korup karena alergi terhadap kontrol yang dijalankan oleh pers.
Kalau bersih, kenapa risih.
Ancaman, teror, intimidasi, dan pelecehan terhadap
kebebasan pers adalah bahaya laten (tersembunyi) yang setiap saat bisa muncul.
Kekerasan verbal harus dipahami sebagai potensi yang akan menjadi kekerasan
fisik. Upaya-upaya membungkam pers diprediksi akan selalu ada. Mengapa? Karena
sampai kapan pun akan selalu ada perbedaan kepentingan antara tugas-tugas
jurnalistik dengan tugas-tugas pihak-pihak yang dikontrol oleh pers melalui
pemberitaan.
Aksi atau upaya memungkam satu jurnalis, justru akan
melahirkan ribuan jiwa-jiwa yang penuh semangat membawa misi kebebasan pers.
Runtuhnya Orde Baru merupakan dampak dari pemberitaan yang massif terhadap
aksi-aksi penolakan terhadap Orde Baru di berbagai kampus dan daerah-daerah.
Mengapa tidak belajar dari peristiwa sebelumnya? Apakah
tidak mengetahui hak-hak dan kewajiban pekerjaan jurnalis? Rasanya pejabat
selevel bupati adalah orang pilihan, yang kecerdasan dan pengetahuannya tidak
diragukan lagi untuk mengemban amanah jabatan itu. Penunjukan untuk menduduki
posisi penjabat bupati, jelas atas pertimbangan kemampuan, pengalaman, dan
keahliannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar