Jumat, 17 Februari 2012

ANCAMAN LATEN TERHADAP JURNALIS


Setiap tahun selalu ada kasus pelecehan dan kekerasan terhadap insan pers (jurnalis). Ancaman terhadap jurnalis tidak hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Di Lampung, terakhir aksi pelecehan terhadap jurnalis Radar Lampung, Segan Petrus Simanjuntak, oleh Penjabat Bupati Mesuji. Tindakan pelecehan itu menuai protes banyak pihak. Pelecehan terhadap jurnalis dalam kaitan tugas-tugas jurnalistik, sejatinya bukan penghinaan terhadap pribadi jurnalis itu sendiri, tetapi merupakan pelecehan terhadap profesi yang mulia dan dilindungi undang-undang.
Ada aksi, ada reaksi, dapat konteks interaksi manusia, adalah hal yang wajar. Seberapa besar aksi, biasanya sebanding dengan reaksi yang muncul. Peristiwa pelecehan pejabat terhadap jurnalis dengan mengucapkan kata-kata kotor dan sangat tidak etis, bukan hanya mengundang keprihatinan yang mendalam, tetapi lebih dari itu harus menjadi tonggak bagi kemajuan pers yang profesional dan proporsional.
Pelecehan terhadap jurnalis ibarat menepuk air di dulang, terpercik wajah sendiri. Apalagi ini dilakukan oleh seorang pejabat. Sungguh naïf dan konyol. Seorang kepala daerah adalah pucuk pimpinan dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan umum dan pembangunan di daerah. Esensi kepala daerah sebagai pemimpin harusnya merupakan nilai-nilai keteladanan bagi setiap anggota masyarakatnya. Kekuasaan tidak selamanya dapat digenggam, dan wilayah Mesuji bukan hak pribadi.
Mencermati kronologis pelecehan terhadap rekan Segan Petrus saya setuju kasus ini dilanjutkan ke proses hukum. Sebab, ruang dan fasilitasi untuk menarik ucapan telah diberikan. Jika pun khilaf, ruang dialog telah dibuka, tetapi tidak dimanfaatkan.
Aksi pelecehan terhadap jurnalis seperti ini menunjukkan adanya sikap arogansi kekuasaan. Hal ini juga menunjukkan perangai kekuasaan yang cenderung korup karena alergi terhadap kontrol yang dijalankan oleh pers. Kalau bersih, kenapa risih.
Ancaman, teror, intimidasi, dan pelecehan terhadap kebebasan pers adalah bahaya laten (tersembunyi) yang setiap saat bisa muncul. Kekerasan verbal harus dipahami sebagai potensi yang akan menjadi kekerasan fisik. Upaya-upaya membungkam pers diprediksi akan selalu ada. Mengapa? Karena sampai kapan pun akan selalu ada perbedaan kepentingan antara tugas-tugas jurnalistik dengan tugas-tugas pihak-pihak yang dikontrol oleh pers melalui pemberitaan.
Aksi atau upaya memungkam satu jurnalis, justru akan melahirkan ribuan jiwa-jiwa yang penuh semangat membawa misi kebebasan pers. Runtuhnya Orde Baru merupakan dampak dari pemberitaan yang massif terhadap aksi-aksi penolakan terhadap Orde Baru di berbagai kampus dan daerah-daerah.  
Mengapa tidak belajar dari peristiwa sebelumnya? Apakah tidak mengetahui hak-hak dan kewajiban pekerjaan jurnalis? Rasanya pejabat selevel bupati adalah orang pilihan, yang kecerdasan dan pengetahuannya tidak diragukan lagi untuk mengemban amanah jabatan itu. Penunjukan untuk menduduki posisi penjabat bupati, jelas atas pertimbangan kemampuan, pengalaman, dan keahliannya.

Tidak ada komentar: