PEMILIHAN
kepala daerah serentak di Provinsi Lampung yang rencananya digelar pada 9
Desember mendatang tergolong sepi peserta calon perseorangan. Calon
perseorangan selama ini sering disebut sebagai calon independen. Semua
peraturan pelaksanaan pilkada serentak menyebut dengan istilah calon
perseorangan.
Calon
independen “menjanjikan” perubahan sosial politik yang lebih kuat, di tengah
kejenuhan terhadap parpol. Selama ini banyak kritik mampetnya peran pendidikan
politik dari parpol. Pendidikan politik dari parpol selama ini lebih pada bujuk
rayu untuk menjadi pemilih, bukan “memberikan” pilihan.
Calon
perseorangan merujuk pada kepemilikan modal sosial politik dari sang calon,
sehingga meyakini mampu meraih dukungan dan kemenangan dalam kontestasi
polltik. Selanjutnya, dengan kemenangan itu mampu mengartikulasikan semua
aspirasi rakyat, sekaligus mewujudkan visi dan misi yang diusung.
Calon
perseorangan biasanya tidak menggunakan partai politik untuk maju dalam Pilkada
karena kalah dengan calon lain, dan bukan karena pilihan yang berdasarkan
idealisme politik. Sementara calon independen bersikap konsisten untuk tidak
maju dari jalur partai politik karena yakin pada dukungan rakyat.
Faktanya,
sangat sulit menemukan, - untuk tidak menyebut tidak ada-, calon perseorangan
yang benar-benar independen. Dalam politik selalu ada pembicaraan, lobi-lobi,
dan bargaining. Dalam politik yang ada interdependensi, hubungan-hubungan
kepentingan, dan tawar-menawar.
Sepinya peserta
pilkada dari jalur perseorangan ini berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya,
yang selalu “ramai” calon perseorangan (independen). Selain itu, setidaknya,
juga tidak sama dengan gembar-gembor bakal calon yang meramaikan bursa pilkada,
yang sebelumnya menyatakan akan maju melalui jalur perseorangan (independen).
Bisa
jadi, sepinya calon perseorangan setelah ada PKPU Nomor 9 Tahun 2015 yang
membebankan berbagai persyaratan bagi calon perseorangan. Di antaranya dukungan
Kartu Tanda Penduduk dan verifikasi faktual. Untuk jumlah dukungan berkisar 10
persen sampai 6,5 persen. Kabupaten/kota dengan penduduk sampai 250 ribu jiwa,
wajib menyertakan dukungan sebesar 10 persen dari jumlah penduduk, dan
kabupaten/kota dengan penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa wajib menyertakan
dukungan sebesar 6,5 persen dari jumlah penduduk.
Sebaran
jumlah dukungan juga minimal di 50 persen kecamatan di satu
kabupaten/kota. Selain itu, pada saat verifikasi oleh petugas Panitia
Pemungutan Suara (PPS) juga mengharuskan adanya cap dan tandatangan basah dari
setiap kelapa desa/lurah atau sebutan lainnya.
Pasangan
calon perseorangan dalam pilkada serentak di Lampung yang berhasil memenuhi syarat minimal
dukungan jalur perseorangan sebelum tahap verifikasi dukungan kartu tanda
penduduk (KTP), yakni, Pilkada Kota Bandarlampung; Muhammad Yunus - Ahmad
Muslimin, 80.697 KTP.
Pilkada
Kabupaten Pesawaran; Aries Sandi Dharma Putra (Bupati Pesawaran) - Mahmud
Yunus 67 ribu KTP dan Okta Rijaya - Salamun Soliokhin 41.203 KTP.
Pilkada
Kabupaten Lampung Tengah; Mudiyanto Thoyib (mantan bupati/wakil bupati Lampung
Tengah) - Musa Ahmad 130 ribu KTP.
Pilkada
Kabupaten Pesisir Barat; Jamal Nasir -Syahrial 24.993 KTP. Sementara di Metro
diikuti calon perseorangan tiga pasangan dan Lamtim dua pasangan. Pilakada
Kabupaten Way Kanan dan Lampung Selatan, minus calon perseorangan.
Menarik
menyimak apa yang terjadi di Pesawaran. Bupati Aries Sandi Dharma Putra yang
maju lagi dari jalur perseorangan, padahal secara politik Aries Sandi memiliki dukungan
beberapa parpol. Selain itu, sebagai incumbent, Aries Sandi memiliki “modal” yang
terbilang cukup. Mengapa lewat jalur perseorangan? Apa masih kurang dukungan
parpol? Itulah politik. Hitungan-hitungan
politik memang bisa saja berubah setiap saat.
Nyatanya,
ada dua parpol yang terang benderang mendukung Aries Sandi, yaitu Partai
Nasional Demokrat.
Banyak
di antara calon perseorangan, setidaknya memiliki relasi dengan parpol. Di
antara calon perseorangan yang maju dalam pilkada di Lampung setidaknya juga
aktivis parpol. Pilihan jalur perseorangan dapat dikatakan lebih bernuansa
menghindari ribetnya bersaing di parpol. Jadi, memang sulit untuk mengatakan calon
perseorangan adalah calon independen. (*)
Artikel ini dimuat di Harian Trans Lampung Edisi Senin, 22 Juni 2015
Tidak ada komentar:
Posting Komentar