Kamis, 02 Juli 2015

Calon Perseorangan atau Independen?



PEMILIHAN kepala daerah serentak di Provinsi Lampung yang rencananya digelar pada 9 Desember mendatang tergolong sepi peserta calon perseorangan. Calon perseorangan selama ini sering disebut sebagai calon independen. Semua peraturan pelaksanaan pilkada serentak menyebut dengan istilah calon perseorangan.
Calon independen “menjanjikan” perubahan sosial politik yang lebih kuat, di tengah kejenuhan terhadap parpol. Selama ini banyak kritik mampetnya peran pendidikan politik dari parpol. Pendidikan politik dari parpol selama ini lebih pada bujuk rayu untuk menjadi pemilih, bukan “memberikan” pilihan.
Calon perseorangan merujuk pada kepemilikan modal sosial politik dari sang calon, sehingga meyakini mampu meraih dukungan dan kemenangan dalam kontestasi polltik. Selanjutnya, dengan kemenangan itu mampu mengartikulasikan semua aspirasi rakyat, sekaligus mewujudkan visi dan misi yang diusung.
Calon perseorangan biasanya tidak menggunakan partai politik untuk maju dalam Pilkada karena kalah dengan calon lain, dan bukan karena pilihan yang berdasarkan idealisme politik. Sementara calon independen bersikap konsisten untuk tidak maju dari jalur partai politik karena yakin pada dukungan rakyat.
Faktanya, sangat sulit menemukan, - untuk tidak menyebut tidak ada-, calon perseorangan yang benar-benar independen. Dalam politik selalu ada pembicaraan, lobi-lobi, dan bargaining. Dalam politik yang ada interdependensi, hubungan-hubungan kepentingan, dan tawar-menawar.
Sepinya peserta pilkada dari jalur perseorangan ini berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya, yang selalu “ramai” calon perseorangan (independen). Selain itu, setidaknya, juga tidak sama dengan gembar-gembor bakal calon yang meramaikan bursa pilkada, yang sebelumnya menyatakan akan maju melalui jalur perseorangan (independen).  
Bisa jadi, sepinya calon perseorangan setelah ada PKPU Nomor 9 Tahun 2015 yang membebankan berbagai persyaratan bagi calon perseorangan. Di antaranya dukungan Kartu Tanda Penduduk dan verifikasi faktual. Untuk jumlah dukungan berkisar 10 persen sampai 6,5 persen. Kabupaten/kota dengan penduduk sampai 250 ribu jiwa, wajib menyertakan dukungan sebesar 10 persen dari jumlah penduduk, dan kabupaten/kota dengan penduduk lebih dari 1.000.000 jiwa wajib menyertakan dukungan sebesar 6,5 persen dari jumlah penduduk.
Sebaran jumlah dukungan juga minimal di 50 persen kecamatan di satu kabupaten/kota. Selain itu, pada saat verifikasi oleh petugas Panitia Pemungutan Suara (PPS) juga mengharuskan adanya cap dan tandatangan basah dari setiap kelapa desa/lurah atau sebutan lainnya.
Pasangan calon perseorangan dalam pilkada serentak di Lampung  yang berhasil memenuhi syarat minimal dukungan jalur perseorangan sebelum tahap verifikasi dukungan kartu tanda penduduk (KTP), yakni, Pilkada Kota Bandarlampung; Muhammad Yunus - Ahmad Muslimin, 80.697 KTP.
Pilkada Kabupaten Pesawaran; Aries Sandi Dharma Putra (Bupati Pesawaran) - Mahmud Yunus  67 ribu KTP dan Okta Rijaya - Salamun Soliokhin 41.203 KTP.
Pilkada Kabupaten Lampung Tengah; Mudiyanto Thoyib (mantan bupati/wakil bupati Lampung Tengah) - Musa Ahmad 130 ribu KTP.
Pilkada Kabupaten Pesisir Barat; Jamal Nasir -Syahrial 24.993 KTP. Sementara di Metro diikuti calon perseorangan tiga pasangan dan Lamtim dua pasangan. Pilakada Kabupaten Way Kanan dan Lampung Selatan, minus calon perseorangan.
Menarik menyimak apa yang terjadi di Pesawaran. Bupati Aries Sandi Dharma Putra yang maju lagi dari jalur perseorangan, padahal secara politik Aries Sandi memiliki dukungan beberapa parpol. Selain itu, sebagai incumbent, Aries Sandi memiliki “modal” yang terbilang cukup. Mengapa lewat jalur perseorangan? Apa masih kurang dukungan parpol? Itulah politik.  Hitungan-hitungan politik memang bisa saja berubah setiap saat.
Nyatanya, ada dua parpol yang terang benderang mendukung Aries Sandi, yaitu Partai Nasional Demokrat.
Banyak di antara calon perseorangan, setidaknya memiliki relasi dengan parpol. Di antara calon perseorangan yang maju dalam pilkada di Lampung setidaknya juga aktivis parpol. Pilihan jalur perseorangan dapat dikatakan lebih bernuansa menghindari ribetnya bersaing di parpol. Jadi, memang sulit untuk mengatakan calon perseorangan adalah calon independen. (*)
Artikel ini dimuat di Harian Trans Lampung Edisi Senin, 22 Juni 2015


Tidak ada komentar: