Rabu, 26 Oktober 2011

KOMPETENSI DAN PROFESIONALISME WARTAWAN

PWI Lampung telah melakukan konferensi cabang IX dan berhasil memilih ketua baru, Supriyadi Alfian. Selamat buat Bung Yadi, semoga mampu mengemban amanah memajukan wartawan di Lampung.
Sesaat setelah terpilih, Supriyadi Alfian mengungkapkan misi utama yang menjadi spirit kepemimpinanya, yaitu meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan. Selain itu meningkatkan hubungan kemitraan dengan pemerintah untuk mendukung kelancaran pembangunan.
Lazimnya organisasi profesi lainnya, PWI menjadi wadah berhimpun wartawan untuk mengembangkan potensi diri dan aktualisasi kepentingan profesi. Organisasi profesi menjadi sarana memperjuangkan aspirasi anggotanya, selain untuk mempererat silaturahmi. Dengan demikian, misi yang diemban, program dan kegiatan disusun, ditetapkan, dan dilaksanakan, untuk mencapai suatu kompetensi wartawan.
Perjuangan meraih derajat profesional jelas bukan pekerjaan mudah. Ia harus dicapai melalui sinergi dengan elemen lain dan penggalangan sumber daya yang ada. Dan tampaknya, perjuangan itu adalah dialektika yang tidak akan pernah ada akhirnya. Mengapa? Karena tuntutan kebutuhan profesi juga berkembang seiring dengan dinamika yang terjadi di luar organisasi, di luar profesi sendiri.
Organisasi profesi menjadi sarana pengaturan etika profesi, sehingga mampu mengurangi, atau mencegah kemungkinan pelanggaran etika. Tapi bukan berarti ia menjadi satu-satunya polisi etika bagi anggotanya.
Dalam praktik, kerja wartawan melibatkan atau berhubungan dengan banyak orang, nara sumber, dan institusi. Hasil kerja itu juga dimaksudkan untuk disiarkan kepada publik. Sehingga, apabila terjadi perbedaan tafsir atas apa yang diberitakan, disiarkan, yang mungkin dianggap merugikan pihak lain, berpotensi menimbulkan masalah. Organisasi profesi seperti PWI dan Dewan Pers memiliki kewenangan untuk mencari solusi yang terbaik.
Oleh karena itu, wajar jika PWI mengutamakan program kerja meningkatkan profesionalisme wartawan dan berupaya memperbaiki kesejahteraan wartawan. Melalui program kerja seperti itu diharapkan terwujud sikap profesional, dan terhindar dari kemungkinan pelanggaran.  
Kerja wartawan adalah menghasilkan karya jurnalistik yang berguna. Dengan kata lain, karya jurnalistik itu berkualitas. Kriteria kebergunaan itu dapat dijadikan sebagai salah satu indikator profesional, di samping proses kerja yang harus didasarkan pada mekanisme dan aturan yang berlaku.
Secara umum profesional dipahami sebagai suatu pekerjaan atau profesi yang menuntut tingkat basis pendidikan tertentu, pengalaman dalam jabatan, dan pengembangan diri berkelanjutan. Untuk dapat mencapai profesional, tentu membutuhkan berbagai kompetensi.
Kompetensi adalah kecakapan, yang juga dapat diartikan sebagai kewenangan. Wartawan yang kompeten adalah wartawan yang memiliki kecakapan, kemampuan, dan keterampilan menghasilkan karya jurnalistik yang berguna. Ia juga berarti, wartawan itu memiliki kewenangan untuk memproduksi karya jurnalistik.
Menjadi wartawan berarti telah memilih profesi yang unik. Walaupun secara umum, dapat dipandang sama dengan profesi lainnya. Keunikan profesi wartawan tampak pada fungsinya. Prinsip universal bagi dedikasi kerja wartawan adalah kepada kemanusiaan, kepentingan bangsa dan negara.
Kerja wartawan bersifat unik karena menuntut sikap sensitif, proaktif, kreatif, dan loyalitas. Berita atau informasi yang dihasilkan wartawan harus benar, akurat, jelas, dan berimbang. Spirit universal bagi kerja wartawan adalah dedikasinya pada kebenaran dan keberpihakannya pada yang lemah. Bukan sensasi. Dan itu semua menuntut kompetensi dan sikap profesional.
Dalam bekerja, wartawan membutuhkan daya tahan dan semangat pantang menyerah. Tidak ada karya jurnalistik yang berkualitas tanpa kerja keras. Produk kerja wartawan adalah berita atau informasi yang semestinya mampu menjadi sumber inspirasi, pencerahan, menambah pengetahuan, dan menjadi rujukan bagi audiensnya.
Proses menghasilkan dan menyiarkan karya jurnalistik yang bermutu itu melalui berbagai tahapan yang mungkin berliku, rumit, dan menuntut kebijakan yang arif. Suatu peristiwa yang diberitakan setidaknya dipertimbangkan kebermanfaatannya bagi audiensnya.   
Kerja wartawan dalam rumah besar bernama pers, dan dalam naungan organisasi profesi, seperti PWI. Ia harus menjadikan kode etik profesi sebagai pemandu arah dalam mewujudkan misi profesionalnya. Ia harus membaca, memahami, dan mensosialisasikan kode etik profesi kepada masyarakat yang lebih luas.
Tantangan bagi kerja wartawan adalah adanya oknum yang memanfaatkan prestise wartawan untuk kepentingan sesaat, kepentingan pribadi, kepentingan politik dan kelompok tertentu. Tantangan lainnya, adalah menyeimbangkan idealisme dan spirit wartawan dengan arus persaingan industri media.
Akhirnya, apresiasi patut diberikan atas beberapa kegiatan menonjol kalangan wartawan di Lampung belakangan ini; Sekolah Jurnalisme Indonesia, Uji Kompetensi Wartawan, dan Konferenci Cabang Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Muara dari semua aktivitas tersebut adalah profesionalisme wartawan.
Tulisan ini bermaksud urun rembug, dari perspektif awam (the outsiders). Harapannya, memberikan umpan balik yang bermakna bagi kewartawanan dan pengelola media. Sedangkan bagi masyarakat luas, dapat menjadi informasi dan pemahaman akan mulianya profesi wartawan bagi kemanusiaan dan bangsa.
Masyarakat menghendaki karya jurnalistik yang mencerahkan dan memberikan petunjuk (guidance) bagi kehidupan sehari-hari. Masyarakat mengharapkan adanya media yang mampu menjadi penyalur aspirasi yang efektif, yang dikelola secara profesional dan awak  redaksi yang profesional pula. (Bandar Lampung, 11 Oktober 2011)

Tidak ada komentar: