PWI Lampung telah melakukan
konferensi cabang IX dan berhasil memilih ketua baru, Supriyadi Alfian. Selamat
buat Bung Yadi, semoga mampu mengemban amanah memajukan wartawan di Lampung.
Sesaat setelah terpilih,
Supriyadi Alfian mengungkapkan misi utama yang menjadi spirit kepemimpinanya,
yaitu meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan. Selain itu meningkatkan
hubungan kemitraan dengan pemerintah untuk mendukung kelancaran pembangunan.
Lazimnya organisasi profesi
lainnya, PWI menjadi wadah berhimpun wartawan untuk mengembangkan potensi diri
dan aktualisasi kepentingan profesi. Organisasi profesi menjadi sarana
memperjuangkan aspirasi anggotanya, selain untuk mempererat silaturahmi. Dengan
demikian, misi yang diemban, program dan kegiatan disusun, ditetapkan, dan
dilaksanakan, untuk mencapai suatu kompetensi wartawan.
Perjuangan meraih derajat
profesional jelas bukan pekerjaan mudah. Ia harus dicapai melalui sinergi
dengan elemen lain dan penggalangan sumber daya yang ada. Dan tampaknya,
perjuangan itu adalah dialektika yang tidak akan pernah ada akhirnya. Mengapa?
Karena tuntutan kebutuhan profesi juga berkembang seiring dengan dinamika yang
terjadi di luar organisasi, di luar profesi sendiri.
Organisasi profesi menjadi sarana
pengaturan etika profesi, sehingga mampu mengurangi, atau mencegah kemungkinan
pelanggaran etika. Tapi bukan berarti ia menjadi satu-satunya polisi etika bagi
anggotanya.
Dalam praktik, kerja wartawan
melibatkan atau berhubungan dengan banyak orang, nara sumber, dan institusi.
Hasil kerja itu juga dimaksudkan untuk disiarkan kepada publik. Sehingga,
apabila terjadi perbedaan tafsir atas apa yang diberitakan, disiarkan, yang
mungkin dianggap merugikan pihak lain, berpotensi menimbulkan masalah. Organisasi
profesi seperti PWI dan Dewan Pers memiliki kewenangan untuk mencari solusi
yang terbaik.
Oleh karena itu, wajar jika PWI
mengutamakan program kerja meningkatkan profesionalisme wartawan dan berupaya
memperbaiki kesejahteraan wartawan. Melalui program kerja seperti itu
diharapkan terwujud sikap profesional, dan terhindar dari kemungkinan pelanggaran.
Kerja wartawan adalah
menghasilkan karya jurnalistik yang berguna. Dengan kata lain, karya
jurnalistik itu berkualitas. Kriteria kebergunaan itu dapat dijadikan sebagai salah
satu indikator profesional, di samping proses kerja yang harus didasarkan pada
mekanisme dan aturan yang berlaku.
Secara umum profesional dipahami
sebagai suatu pekerjaan atau profesi yang menuntut tingkat basis pendidikan
tertentu, pengalaman dalam jabatan, dan pengembangan diri berkelanjutan. Untuk
dapat mencapai profesional, tentu membutuhkan berbagai kompetensi.
Kompetensi adalah kecakapan, yang
juga dapat diartikan sebagai kewenangan. Wartawan yang kompeten adalah wartawan
yang memiliki kecakapan, kemampuan, dan keterampilan menghasilkan karya
jurnalistik yang berguna. Ia juga berarti, wartawan itu memiliki kewenangan
untuk memproduksi karya jurnalistik.
Menjadi wartawan berarti telah
memilih profesi yang unik. Walaupun secara umum, dapat dipandang sama dengan
profesi lainnya. Keunikan profesi wartawan tampak pada fungsinya. Prinsip
universal bagi dedikasi kerja wartawan adalah kepada kemanusiaan, kepentingan
bangsa dan negara.
Kerja wartawan bersifat unik karena
menuntut sikap sensitif, proaktif, kreatif, dan loyalitas. Berita atau
informasi yang dihasilkan wartawan harus benar, akurat, jelas, dan berimbang.
Spirit universal bagi kerja wartawan adalah dedikasinya pada kebenaran dan keberpihakannya
pada yang lemah. Bukan sensasi. Dan itu semua menuntut kompetensi dan sikap
profesional.
Dalam bekerja, wartawan
membutuhkan daya tahan dan semangat pantang menyerah. Tidak ada karya
jurnalistik yang berkualitas tanpa kerja keras. Produk kerja wartawan adalah
berita atau informasi yang semestinya mampu menjadi sumber inspirasi,
pencerahan, menambah pengetahuan, dan menjadi rujukan bagi audiensnya.
Proses menghasilkan dan
menyiarkan karya jurnalistik yang bermutu itu melalui berbagai tahapan yang
mungkin berliku, rumit, dan menuntut kebijakan yang arif. Suatu peristiwa yang
diberitakan setidaknya dipertimbangkan kebermanfaatannya bagi audiensnya.
Kerja wartawan dalam rumah besar
bernama pers, dan dalam naungan organisasi profesi, seperti PWI. Ia harus
menjadikan kode etik profesi sebagai pemandu arah dalam mewujudkan misi
profesionalnya. Ia harus membaca, memahami, dan mensosialisasikan kode etik
profesi kepada masyarakat yang lebih luas.
Tantangan bagi kerja wartawan
adalah adanya oknum yang memanfaatkan prestise wartawan untuk kepentingan sesaat,
kepentingan pribadi, kepentingan politik dan kelompok tertentu. Tantangan
lainnya, adalah menyeimbangkan idealisme dan spirit wartawan dengan arus persaingan
industri media.
Akhirnya, apresiasi patut
diberikan atas beberapa kegiatan menonjol kalangan wartawan di Lampung
belakangan ini; Sekolah Jurnalisme Indonesia, Uji Kompetensi Wartawan, dan
Konferenci Cabang Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Muara dari semua
aktivitas tersebut adalah profesionalisme wartawan.
Tulisan ini bermaksud urun
rembug, dari perspektif awam (the
outsiders). Harapannya, memberikan umpan balik yang bermakna bagi
kewartawanan dan pengelola media. Sedangkan bagi masyarakat luas, dapat menjadi
informasi dan pemahaman akan mulianya profesi wartawan bagi kemanusiaan dan
bangsa.
Masyarakat menghendaki karya
jurnalistik yang mencerahkan dan memberikan petunjuk (guidance) bagi kehidupan sehari-hari. Masyarakat mengharapkan
adanya media yang mampu menjadi penyalur aspirasi yang efektif, yang dikelola
secara profesional dan awak redaksi yang
profesional pula. (Bandar Lampung, 11 Oktober 2011)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar