Senin, 12 Oktober 2009

MENGEMBANGKAN FUNGSI PENDIDIKAN

Mengembangkan Fungsi Pendidikan Dwi Rohmadi Mustofa (Artikel ini pernah dimuat di Tabloid FOKUS, tahun 2007) Segala sesuatu yang bersifat rutin, sering kita lupakan makna kehadirannya. Kita abaikan hakikatnya. Tak peduli itu menyangkut orang atau benda. Kita baru merasakan betapa tak ternilainya sehat, kalau kita sudah sakit. Kita merasakan betapa pentingnya air, kalau sudah musim kemarau berkepanjangan. Kita merasakan betapa berartinya pramusaji di kantor, manakala dia tidak masuk kerja. Seisi rumah kalang kabut, ketika pramuwisma pulang kampung. Dan kita terperangah, ketika kita menyaksikan kemajuan teknologi dari luar, karena kita terbiasa menjadi bangsa yang konsumtif. Norma Hukum Sejak dikeluarkannya Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dapat dimengerti bahwa pendidikan mendapat perhatian yang lebih besar dibanding waktu sebelumnya ataupun bidang lainnya. Hal ini mengindikasikan penghargaan yang besar terhadap dunia pendidikan. Berbicara mengenai sistem, maka di dalamnya terdapat subsistem yang juga sangat penting. Sistem adalah kesatuan dari berbagai hal yang bersifat saling melengkapi, saling ketergantungan, serta mendukung proses. Dalam sistem pendidikan, maka di dalamnya ada persekolahan, pendidik, siswa, masyarakat, kurikulum, proses, pemerintah, dan sebagainya. Secara normatif, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Jadi, pendidikan sebagai sarana untuk mengubah perilaku manusia sehingga menjadi lebih bermartabat. Rangkaian kata ini demikian indah. Untuk memperjelas pengertian sistem, mari kita lihat sejarah. Dalam pengertian yang lebih luas, sesungguhnya kerajaan-kerajaan besar dahulu terbangun dari berbagai unsur. Dalam sejarah, kerajaan-kerajaan besar runtuh karena didera disharmoni dalam kerajaan tersebut. Bentunya bisa bermacam-macam; skandal seks, korupsi, keserakahan, haus kekuasaan -yang menjelma menjadi peperangan-, atau bencana alam yang parah. Demikian pula, suatu negara, dapat disebut sebagai negara, jika ada pemerintahan, terdapat rakyat, dan menduduki suatu wilayah. Negara sebagai organisasi, dan dengan demikian, layaknya disebut sebagai organisme, mengharuskan harmonisasi di antara unsur-unsurnya, untuk menjamin keberlangsungan hidupnya. Harmonisasi harus terus diupayakan, di antara semua unsur yang ada. Dengan demikian maka dapat kita pahami bahwa pendidikan adalah suatu sistem fungsi. Segenap elemen yang ada di dalamnya adalah menjalankan suatu tugas dan fungsi masing-masing demi berlangsungnya suatu sistem pendidikan. Tetapi, lagi-lagi inilah normanya. Dalam prakteknya, memang bukan pekerjaan mudah. Apalagi kalau kita melihat bahwa pendidikan adalah suatu konsep yang universal. Pendidikan adalah kewajiban setiap orang dan sekaligus hak setiap warga negara. Pendidikan adalah kebutuhan setiap individu dalam rangka mengaktualisasikan potensi yang dimiliki dan mempertahankan eksistensinya. Praktek Pendidikan Gambaran umum rutinitas rumah tangga dalam masyarakat kita (terutama di pagi hari) adalah anak-anak berangkat ke sekolah, ayah pergi bekerja, dan ibu memasak di dapur. Segalanya bersifat rutinitas. Pergi ke sekolah, bagi anak-anak lebih merupakan kewajiban. Dan peraturan perundangan pun menyatakan secara eksplisit dengan istilah wajib belajar. Kalau kita kembali kepada kecenderungan kita mengabaikan hal-hal yang bersifat rutinitas, maka pergi ke sekolah juga mengalami degradasi makna. Anak-anak pergi ke sekolah dengan perasaan sebagai kewajiban, dan bukan dipahami sebagai kebutuhan mereka. Potret guru di banyak tempat, tak jauh beda dengan gambaran mengenai rutinitas siswa tersebut. Beberapa hal yang patut direnungkan adalah, seberapa banyak guru yang menyusun perencanaan pembelajaran, melaksanakan evaluasi secara obyektif, dan menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Oleh karena itu, sekarang saatnya untuk menyegarkan kembali pemahaman terhadap makna fungsi pendidikan. Sebagaimana ajaran agama, bahwa pendidikan dapat dilakukan di semua tempat, memanfaatkan berbagai media pendidikan, dan mengedepankan unsur kebebasan. Dalam bahasa lain, tuntutlah ilmu dari ayunan ibu sampai ke liang lahat. Makna terdalam dari ajaran ini adalah sejak dilahirkan, manusia membutuhkan pendidikan, bahkan sampai ajal menjelang. Praktek pendidikan, dengan demikian, bukan hanya dalam gedung-gedung sekolah. Pendidikan bahkan dimulai dan terbesar (seharusnya) terjadi dalam rumah tangga. Praktek pendidikan yang menjelma dalam sistem persekolahan, memiliki keunggulan dalam pendisiplinan, kerja sama, dan sosialisasi bagi anak. Tetapi, jangan dilupakan filosofi bahwa pendidikan adalah upaya membebaskan manusia dari keterbelengguan berkreasi dan keterbelakangan. Pendidikan tidak seharusnya menjebak kita dalam rutinitas sehingga mendegradasi makna penting pendidikan itu sendiri. Pendidikan (seharusnya) menembus batas ruang dan waktu. (***)

Tidak ada komentar: