Mengembangkan Minat Baca, Tanggung Jawab Siapa?
Dwi Rohmadi Mustofa
Peminat masalah pendidikan
Tinggal di Bandar Lampung
Komunitas Minat Baca Indonesia (KMBI) yang dimotori Jawa Pos Group beberapa waktu lalu sangat aktif menyosialisasikan minat baca masyarakat. Belakangan ini event bazar buku tampaknya lebih banyak diselenggarakan oleh pihak toko buku. Terlebih menjelang tahun ajaran baru, penyelenggara bazaar tentunya mengaitkan dengan penjualan produk-produk lain yang memang diperlukan bagi pendidikan atau oleh siswa-siswa sekolah ataupun mahasiswa. Meskipun demikian, event bazaar buku atau apapun namanya seperti bursa buku murah, pameran, diskon, cuci gudang, obral, semuanya memberikan makna positif bagi peningkatan atau penumbuhan kebiasaan membaca di kalangan masyarakat.
Promosi yang dilakukan kalangan penerbit maupun toko buku, dalam rangka mendongkrak penjualannya, hemat penulis, menyumbangkan sesuatu yang berharga bagi masyarakat. Karena “mengkonsumsi” buku toh tidak seperti mengkonsumsi rokok. “Melahap” buku atau bahan bacaan lain, koran, atau majalah, akan memberikan pencerahan pikiran, membuka cakrawala pengetahuan, dan mengasah bathin untuk selalu mencerna apa yang dibacanya. Membangun peradaban bangsa sesungguhnya dimulai dari menumbuhkan budaya baca. Tradisi lisan yang berkembang secara alamiah harus diimbangi dengan tradisi literasi (baca-tulis).
Di tengah gempuran tradisi nonton televisi, maka untuk menumbuhkembangkan minat baca mendapat tantangan baru yang berat. Menonton televisi tidak membutuhkan olah rasa dan olah pikir. Sedangkan membaca menuntut pembacanya untuk mencerna dan menghayati isi bacaan sehingga harus berkonsentrasi dan mencoba melakukan penghayatan terhadap materi bacaan.
Koran, majalah, dan buku sebagai media transformasi ilmu pengetahuan hendaknya secara format dibuat semenarik mungkin, komunikatif, dan secara distribusi harus meluas dan terjangkau oleh masyarakat.
Ketersediaan sarana prasarana yang ada terkait dengan menumbuhkembangkan minat bacara masyarakat harus terus diperbaiki dan ditingkatkan. Kecepatan perkembangan teknologi dan informasi memaksa sekolah, perpustakaan, dan rumah baca mengadobsi model-model baru yang berkembang, sehingga usaha menumbuhkan minat baca dapat sejalan dan seiiring dengan kemajuan teknologi.
Ketagihan membaca tidak membahayakan kesehatan maupun kantong. Sedangkan ketagihan rokok, selain mengganggu kesehatan pribadi, tapi juga telah turut menguras kantong dan “menyumbangkan” polusi udara. Yang lebih parah dari dampak merokok adalah bagi orang-orang di sekitarnya yang tidak merokok.
Gerakan minat baca sebenarnya sudah dan selalu diaktualisasikan oleh elemen masyarakat yang peduli pada peradaban manusia. Setiap kurun waktu senantiasa ada sebagian anggota masyarakat yang terketuk hatinya untuk membudayakan membaca. Mereka yang tertarik terjun ke pemberdayaan masyarakat biasanya tidak secara provokatif dan demonstratif mengumbar promosi kegiatannya. Bagi mereka yang terpenting adalah mengajak warga sekitarnya, terutama anak-anak, untuk selalu gemar membaca. Mereka menebarkan benih-benih kepedulian dan kecintaan terhadap bangsa dengan cara mereka sendiri. Patriot-patriot bangsa sejatinya ada dalam hati dan tindakan nyata dan bukan semata-mata pada sikap demonstratif menunjukkan apa yang telah diperbuat.
Persentase warga masyarakat yang buta aksara pada beberapa daerah, meskipun kecil - di bawah 10 % - dan sebagian besar kaum tua, mengkontribusikan terhadap rendahnya penilaian dalam melihat aspek pembangunan sumber daya manusia.
Menumbuhkembangkan minat baca di kalangan masyarakat berarti juga berupaya menghapus buta aksara dan membangun peradaban manusia yang lebih baik.
Pertanyaan selanjutnya, tanggung jawab siapa tugas-tugas menumbuhkembangkan minat baca masyarakat ini? Jika pendidikan disebut sebagai kebutuhan umat manusia dan membaca merupakan elemen penting dalam pendidikan, maka wajar bila ini juga merupakan tanggung jawab semua pihak, pemerintah dan masyarakat.
Meskipun demikian, saya kira di manapun di dunia ini, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk melaksanakan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan, termasuk dalam bidang pendidikan dan penumbuhkembangan minat baca ini.
Pembangunan perpustakaan baik di sekolah-sekolah, perguruan tinggi, perpustakaan wilayah, perpustakaan di kabupaten/kota, bahkan perpustakaan di tingkat desa/kelurahan menjadi tumpuan harapan bagi terwujudnya masyarakat gemar membaca. Perpustakaan keliling juga diintensifkan dan dilakukan perputaran bahan dan perluasan wilayah yang dikunjungi.
Kita berharap alasan-alasan klasik keterbatasan dana tidak menjadi apologi bagi pemerintah termasuk pemerintah daerah. Kepada lembaga legislatif perlu dipesankan untuk berpihak kepada pendidikan sebagai dimensi universal dari manusia. Pendidikan, termasuk penumbuhkembangan minat baca, bukan cuma isu kampanye. Keberpihakan terhadap pendidikan harus diwujudkan dalam tindakan kongkret kerja-kerja legislator, misalnya melalui penentuan skala prioritas dan pengawasan yang efektif.
Partisipasi masyarakat dalam setiap detak perubahan kearah yang lebih baik dalam pembangunan, merupakan sesuatu yang niscaya lahir dari keterpanggilan anggota masyarakat untuk memberikan sumbangsih bagi negerinya. (dwi_rohmadi@yahoo.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar